UNDANG-UNDANG

Search

Update News

Indra Fardan. Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 03 Oktober 2010

Prosedur KAN Akreditasi Laboratorium Klinik

PENJELASAN TEKNIS UMUM

UNTUK AKREDITASI

LABORATORIUM KLINIK/MEDIK

1. Pendahuluan

Penjelasan Teknis ini diterbitkan untuk menjelaskan beberapa persyaratan teknis khusus untuk laboratorium pengujian Klinik/Medik seperti dipersyaratkan dalam ISO 15189 “Laboratorium Medik - Persyaratan Khusus untuk Mutu dan Kompetensi” .

2. Personel

  • Direktur Laboratorium

· Direktur laboratorium (atau apapun sebutannya) harus:

seorang ahli patologi atau

dokter umum yang telah berpengalaman di laboratorium klinik/medik, atau

ilmuwan bidang klinik yang telah mencapai jenjang pendidikan S3 dalam bidang terkait

· Direktur laboratorium tersebut harus kualified dan bertanggung jawab terhadap pelayanan jasa yang diberikan oleh laboratorium.

· Apabila laboratorium mengoperasikan kegiatan penyediaan jasa histopatologi, kegiatan tersebut harus dilakukan oleh seorang ahli patologi.

· Direktur laboratorium harus mendelegasikan tanggung jawab teknis untuk setiap disiplin (bidang) di laboratorium atau menggunakan jasa konsultasi dari ahli patologi, dokter umum atau ilmuwan bidang klinik seperti pada butir.

Ø Kualifikasi, Tanggung Jawab dan Tugas Direktur Laboratorium

  • Direktur laboratorium harus mempunyai pengetahuan mengenai pengoperasian clinical medicine dan laboratorium klinik/medik. Direktur laboratorium harus mempunyai latar belakang dan telah mengikuti pelatihan yang sesuai untuk dapat menangani tugas-tugas sebagai berikut :

1. bertanggung jawab terhadap keseluruhan pengoperasian dan administrasi laboratorium;

2. menyediakan konsultasi mengenai signifikansi data klinik/medik;

3. menetapkan, mengimplementasikan dan memonitor standar kinerja dalam pengendalian dan peningkatan mutu jasa patologi dan laboratorium klinik/medik;

4. bertanggung jawab untuk mengimplementasikan rencana peningkatan mutu;

5. memastikan bahwa laboratorium memiliki personel dengan jumlah dan kualifikasi yang memenuhi dengan didukung oleh rekaman pelatihan dan pengalaman;

6. menetapkan sasaran dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan laboratorium;

7. menyediakan program pelatihan berkelanjutan untuk semua staf laboratorium;

8. melaksanakan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan pengoparasian laboratorium apabila relevan;

9. mengevaluasi, menyeleksi dan memonitor semua laboratorium rujukan terkait dengan kompetensi dan mutu pelayanannya;

10. menyediakan lingkungan laboratorium yang aman (safe) sesuai dengan praktek berlaboratorium yang baik (GLP) dan peraturan perundangan yang ada;

11. menjadi personel penghubung dengan KAN dalam kaitannya dengan akreditasi.

Ø Konsultasi Ahli Patologi

1. Jika digunakan jasa konsultasi ahli patologi, harus ditetapkan hubungan kerja yang jelas antara direktur laboratorium dan ahli patologi.

2. Ahli patologi harus berperan aktif dalam mengimplementasikan program kerja laboratorium.

3. Jasa konsultasi ahli patologi harus tersedia sekali dalam satu bulan dan/atau setiap saat diperlukan.

4. Ahli patologi harus membuat laporan tertulis atas setiap kunjungan konsultasinya.

Ø Supervisor Laboratorium

v Supervisor laboratorium (atau apapun sebutannya) harus ditunjuk oleh direktur laboratorium dengan tugas memastikan bahwa kegiatan sehari-hari laboratorium berjalan sesuai dengan sistem yang ada. Supervisor laboratorium harus mempunyai latar belakang pendidikan sain atau teknologi klinik/medik dan mempunyai pengalaman bekerja di laboratorium klinik/medik minimal 3 tahun.

Ø Analis Laboratorium

v Analis laboratorium bertugas membantu supervisor laboratorium dalam melaksanakan tugas sehari-hari di laboratoium. Analis laboratorium harus mempunyai latar belakang pendidikan sain atau teknologi klinik/medik dan mempunyai pengalaman bekerja di laboratorium klinik/medik minimal 1 tahun.

  • Pengambilan dan Penanganan

  1. Sampel Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang mencakup keseluruhan aspek dari pengambilan darah dan sampel bentuk lainnya yang mencakup identifikasi pasien, posisi pasien, teknik pengambilan sampel dan aspek-aspek keselamatan biologis. Kebijakan dan prosedur tersebut harus tersedia bagi seluruh personel yang bertanggung jawab terhadap pengambilan sampel, termasuk sampel yang diambil di luar laboratorium.Laboratorium harus mempunyai pedoman penyiapan pasien, pengambilan sampel, pelabelan, pengawetan dan transportasi. Pedoman tersebut sebaiknya mencakup kriteria akseptabilitas sampel dan mekanisme untuk memberitahu dokter untuk menjelaskan alasan tidak diterimanya sampel.

  1. Formulir yang digunakan harus memuat identifikasi pasien dan dokter yang dilengkapi dengan data lain yang relevan untuk memungkinkan penanganan dan interpretasi yang baik.

  1. Instruksi yang terdokumentasi harus tersedia untuk setiap informasi pengujian terkait dengan tipe sampel yang sesuai dengan pengujian, tube dan antikoagulan, temperature pada saat pengambilan dan jumlah/volume sampel yang diperlukan.

  1. Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk order of draw, identifikasi sampel dan pembagian sub sampel termasuk persyaratan pelabelan, tanggal dan waktu pendaftaran sampel dan permintaan pengujian.

  1. Instruksi yang terdokumentasi juga harus tersedia dan dapat memberikan penjelasan kepada pasien untuk melakukan pengambilan sampel sendiri seperti urin, feses dan semen.

  1. Apabila diperlukan diet khusus atau persiapan lainnya, harus tersedia instruksi yang terdokumentasi dan dijelaskan kepada pasien.

  1. Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk transportasi dan penanganan sampel termasuk temperatur yang dipersyaratkan, perlindungan terhadap cahaya, penutupan wadah, lamanya time lag yang diperbolehkan sebelum pra perlakuan (misalnya : sentrifugasi, de-proteinasi) atau penetapan (assay) dan kondisi penyimpanan.

  1. Prosedur untuk menghindari resiko tertukarnya sampel atau sub sampel harus tersedia di laboratorium.

  1. Laboratorium harus mempunyai prosedur yang rinci mengenai tata cara pengiriman sampel ke laboratorium lain, yang mencakup pra perlakuan dan tindakan pencegahan, transportasi dan formulir yang diperlukan.

7. Fasilitas Fisik


1. Laboratorium harus mempunyai ruangan yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan dan untuk menyimpan peralatan, reagensia, media dan bahan lainnya. Ventilasi, sumber listrik, temperatur dan air harus mencukupi untuk dapat memfasilitasi kegiatan teknis yang terkait. Kerumahtanggaan yang baik juga harus dilaksanakan di laboratorium.

2. Laboratorium harus merupakan tempat/lingkungan yang aman untuk bekerja bagi personelnya dan untuk pasien yang dilayani. Laboratorium harus memenuhi persyaratan peraturan keselamatan yang berlaku. Laboratorium harus memastikan bahwa pasien, staf laboratorium dan pengunjung terlindung dari bahaya yang dapat timbul dari kegiatan laboratorium. Staf laboratorium harus dilatih untuk mencegah efek dari kecelakaan yang mungkin timbul. Program imunisasi yang sesuai dan tepat waktu harus dilakukan untuk seluruh personel laboratorium.

3. Laboratorium harus didisain untuk efisiensi dari kegiatannya dan untuk kenyamanan personel laboratorium dan pasien. Disain dari fasilitas laboratorium harus mempertimbangkan resiko kecelakaan dan penyakit yang mungkin timbul karena pekerjaan laboratorium. Akomodasi yang sesuai harus disediakan untuk pasien yang disable.

4. Lingkungan di dalam laboratorium harus sesuai untuk efektivitas kinerja dari kegiatan pengujian. Laboratorium harus juga memastikan bahwa akomodasi dan lingkungan tidak akan menyebabkan kontaminasi terhadap sampel. Lingkungan kerja tempat dilakukannya pengujian sebaiknya dipisahkan dari tempat kegiatan lainnya.

5. Tempat kerja yang terpisah harus tersedia untuk kegiatan sebagai berikut :

a. Pencucian peralatan gelas, pemurnian reagensia dan pelarut;

b. Penyiapan media;

c. Sampel yang terkontaminasi dengan intensitas yang tinggi harus dianalisis di tempat kerja yang terpisah, misalnya dalam biohazard cabinet;

d. Instrumen analisis harus ditempatkan di tempat terpisah yang diberi pendingin ruangan;

e. Fasilitas penyimpanan yang sesuai harus tersedia untuk:

1. Penyimpanan sampel sebelum, selama dan setelah analisis;

2. Penyimpanan bahan yang digunakan dalam analisis;

3. Penyimpanan yang aman untuk limbah berbahaya maupun tidak sebelum dimusnahkan.

f. Pencegahan kontaminasi terhadap personel dan pakaian kerja laboratorium.

6. Meja kerja harus disediakan untuk memfasilitasi kegiatan pengujian. Tempat kerja khusus harus juga tersedia untuk pengujian yang mempersyaratkan kondisi khusus.

8. Reagensia

1. Seluruh personel laboratorium harus memahami tanggung jawabnya dalam penggunaan reagensia, solven, media kultur, bahan acuan dan peralatan laboratorium terkait dengan jenis pengujian yang dilakukan.

2. Penyimpanan untuk seluruh reagensia dan media kultur harus dilakukan sesuai dengan persyaratan yang direkomendasikan oleh pemanufaktur.

3. Spesifikasi (grade) reagensia kimia, solven dan gas yang digunakan harus sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh metode pengujian yang diacu.

4. Semua wadah reagensia harus diberi label dan ditutup secara rapat. Label alsi dari pemanufaktur harus digunakan. Apabila hal ini tidak mungkin dilakukan, label harus mencakup informasi minimal : nama reagensia, tanggal penerimaan, konsentrasi, solven (apabila bukan air), peringatan khusus terkait dengan bahaya dan tanggal kadaluarsa.

5. Laboratorium harus menerbitkan prosedur tertulis untuk penyiapan larutan reagensia dan media kultur. Rekaman dari penyiapan tersebut harus dipelihara untuk referensi kemudian hari apabila terjadi keragu-raguan atas hasil pengujian. Rekaman untuk larutan reagensia harus mencakup berat dan volume yang diukur, pembacaan buret, pembacaan pH, perhitungan faktor standardisasi dan konsentrasi larutan. Media kultur harus mencakup nama media, nomor batch, jumlah yang disiapkan, pH sebelum dan sesudah diautoklaf, waktu dan tekanan autoklaf.

6. Bahan yang dikategorikan beracun harus disimpan terpisah dari regaensia lainnya dan ditempatkan dalam lemari terkunci. Bahan tersebut harus ditangani sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

9. Bahan Acuan

1. Bahan Acuan Bersertifikat

a. Bahan acuan bersertifikat dapat didefinisikan sebagai bahan yang homogen dengan sifat-sifat spesifik seperti identitas, kemurnian dan potensi yang telah diukur dan disertifikasi oleh organisasi yang memenuhi kualifikasi dan diakui.

b. Bahan acuan bersertifikat digunakan untuk membantu mengkalibrasi instrumen dan sistem pengukuran untuk memastikan kehandalan jangka panjang dan integritas dari proses pengukuran.

c. Bahan-bahan tersebut cukup mahal harganya dan mungkin tidak diperlukan setiap hari dalam kegiatan pengujian. Bahan acuan bersertifikat sering kali digunakan untuk mengkalibrasi atau menetapkan bahan acuan kerja atau bahan acuan sekunder.

d. Tanpa memperhatikan asal dari bahan acuan bersertifikat, perhatian harus diberikanmdalam hal pengepakan, penyimpanan dan penanganan untuk mencegah deteriorasi. Penanganan harus dilakukan untuk meminimalkan pengaruh air, udara, panas dan cahaya yang merupakan penyebab utama terjadinya deteriorasi. Bahan acuan bersertifikat harus disimpan dalam tempat yang aman dan dilengkapi dengan rekaman penerimaan dan penggunaan.

e. Laboratorium sebaiknya mempunyai log book penggunaan bahan acuan bersertifikat yang memuat nama analis yang menggunakan dan tanggal serta waktu pengambilan.

f. Semua analis harus diberi instruksi mengenai cara penanganan bahan acuan bersertifikat.

10. Bahan Acuan Kerja

a. Bahan acuan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu bahan yang bukan bahan acuan bersertifikat yang digunakan sebagai bahan acuan dalam kegiatan pengujian seharihari.

b. Laboratorium dapat mengembangkan dan melakukan pengujian atau penetapan terhadap suatu bahan untuk membuat acuan dari suatu pengujian terutama apabila bahan acuan bersertifikat tidak tersedia. Bahan tersebut dapat dipertimbangkan sebagai bahan acuan kerja laboratorium.

c. Bahan acuan kerja yang dibeli harus dicek integritasnya pada saat diterima di laboratorium. Untuk bahan acuan yang dipersiapkan di laboratorium (in house), bahan baku yang digunakan harus diverifikasi.

d. Bahan acuan kerja harus ditetapkan (assayed) dengan metode terbaik yang tersedia. Laporan hasil penetapan harus mencakup nama, tanggal penetapan, sumber, nomor lot, semua data mentah, grafik dan perhitungan.

e. Bahan acuan kerja harus ditangani sama seperti bahan acuan bersertifikat dan rekaman mengenai penggunaannya harus dipelihara. Apabila suatu bahan acuan kerja digunakan dalam pengujian sampel, acuan ke bahan cauan kerja tersebut harus dibuat untuk memudahkan penelusurannya.

f. Penetapan kembali (re-assay) terhadap bahan acuan kerja harus dilakukan secara reguler untuk memastikan kesinambungan integritasnya.

  • Permintaan Pengujian, Metode Pengujian dan Validasi Metoda

1. Permintaan pengujian sebaiknya didesain untuk memungkinkan identifikasi yang memadai tentang pasien dan dokter dan informasi klinis lainnya.

Catatan : Direkomendasikan bahwa informasi yang dimasukkan dalam formulir permintaan mencakup : nama pasien, tanggal lahir, tanggal pengambilan sampel, jenis kelamin, suku/ras, jenis sampel (darah, urin dll), alasan permintaan pengujian, informasi klinis yang relevan, dokter yang merujuk.

2. Laboratorium harus mempunyai instruksi kerja / prosedur untuk penanganan dan penyiapan sampel uji apabila ketiadaan instruksi tersebut dapat mempengaruhi validitas hasil pengujian. Semua instruksi, standar, manual dan data referensi yang relevan dengan kegiatan laboratorium harus dipelihara kemutakhirannya dan mudah didapatkan oleh personel yang terkait. Deviasi dari metode pengujian dapat dilakukan hanya apabila telah didokumentasikan, dijustifikasi secara teknis, disahkan dan diterima oleh direktur laboratorium atau yang ditunjuk.

3. Prosedur kerja sebaiknya terdiri dari judul, tujuan dan lingkup, tanggung jawab, definisi dan metode yang sesuai untuk sampel yang diuji. Isi dari dari prosedur harus relevan dengan lingkup kegiatan pengujian dan sebaiknya mencakup prinsip pengujian, signifikansi klinis, jenis sampel, reagensia yang diperlukan, peralatan atau instrumen, kalibrasi, pengendalian mutu, langkah prosedural, hasil pengujian dan interpretasi.

4. Satu salinan dari prosedur harus tersedia di setiap tempat pengujian.

5. Prosedur dan metode yang ada acuannya sebaiknya digunakan untuk semua pengujian. Informasi tambahan dari pemanufaktur dapat juga digunakan sebagai bagian dari prosedur.

6. Semua prosedur harus disetujui oleh direktur laboratorium. Pengkajian ulang terhadap prosedur harus dilakukan oleh direktur laboratorium atau personel yang ditunjuk minimal sekali setahun.

7. Apabila pengambilan sampel mempengaruhi pengujian, prosedur dan persyaratan pengambilan sampel harus dinyatakan secara jelas dalam prosedur kerja.

8. Prosedur pengujian sebaiknya mencakup instruksi start-up, tindakan pencegahan, pra perlakuan, analisis, limit deteksi, batas atas dan bawah, pemusnahan limbah, penyelesaian masalah (trouble shooting) dan keselamatan personel dan aspek lingkungan.

9. Prosedur pengujian yang sesuai sebaiknya juga mencakup pelaporan hasil, satuan, perhitungan, senyawa pengganggu, nilai yang dilaporkan, batas kritis, batas acuan untuk pengujian yang sesuai.

10. Semua prosedur analisis harus divalidasi untuk memastikan sesuai dengan persyaratan.


Catatan : Validasi tersebut sebaiknya mencakup penetapan bias sistematik terhadap bahan acuan, limit deteksi, reproduksibilitas, senyawa yang menginterferensi dan robustness.


11. Peralatan sebaiknya divalidasi oleh pemanufaktur dengan perhatian pada fungsi dasar seperti kontrol temperatur, karakteristik panjang gelombang dan kinerja pemipetan.

12. Metode harus divalidasi dengan melakukan pengujian terhadap bahan acuan yang diketahui konsentrasinya, baik dalam bentuk terpisah maupun sampel spike untuk menetapkan recovery.

13. Semua reagensia yang digunakan untuk validasi harus memenuhi persyaratan kemurnian.

14. Metode kuantifikasi harus dievaluasi menggunakan larutan yang mengandung senyawa yang sedang ditetapkan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai apabila dapat diterapkan. Standar internal harus diikutsertakan apabila dapat diterapkan.

15. Replikasi pengujian harus dilakukan untuk memastikan repitabilitas pengujian.Penggunaan sampel kontrol dalam pengujian tersebut dapat untuk mengecek deviasi terhadap metode yang sudah diakui.

16. Stabilitas senyawa yang diuji dalam matrik sampel selama penyimpanan dan selama prosedur pengujian harus dievaluasi.

17. Validasi metode mungkin dapat merupakan pengujian bahan sampel yang sama dengan menggunakan metode yang berbeda dan membandingkan recovery dari bahan acuan yang diketahui jumlahnya.

  • Pemeliharaan Peralatan

1. Laboratorium harus mempunyai program pemeliharaan peralatan untuk mencegah kesalahan atau kegagalan peralatan dan untuk memastikan bahwa peralatan berfungsi sesuai dengan kehandalan yang dipersyaratkan. Kegiatan ini mencakup pengecekan spesifikasi, kalibrasi, pemeliharaan kebersihan, rekondisi dan adjustment oleh personel yang kompeten secara reguler. Rekaman dari kegiatan tersebut harus dipelihara.

2. Peralatan harus diinstal dan ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk mengeliminasi atau meminimalkan efek potensial dari akomodasi terhadap kinerja peralatan. Elemen yang dapat mempengaruhi adalah termasuk korosi, temperatur, kelembaban, vibrasi, stabilitas sumber listrik, debu dan pengaruh elektromagnetik.

· Kalibrasi Peralatan

dalam dokumen ini memberikan rekomendasi mengenai frekuensi untuk kalibrasi dan pengecekan kinerja untuk peralatan umum di bidang laboratorium klinik/medik.

1. Frekuensi kalibrasi yang dinyatakan dalam dokumen ini adalah rekomendasi minimum dengan catatan bahwa kriteria di bawah ini dapat dipenuhi :

a. Mutu peralatan harus baik dan telah dibuktikan stabilitasnya;

b. Laboratorium mempunyai staf yang kompeten dan mempunyai keahlian yang memadai untuk melaksanakan pengecekan internal;

c. Apabila ada kecurigaan atau indikasi bahwa pembebanan yang berlebih dan penanganan yang salah telah terjadi, peralatan harus dicek segera dan harus dipastikan bahwa stabilitas tidak terpengaruh.

2. Apabila kriteria di atas tidak dipenuhi atau apabila spesifikasi yang relevan mengharuskan persyaratan yang lebih ketat, frekuensi yang memadai harus diadopsi.

3. Apabila staf laboratorium melakukan kalibrasi, rekaman yang lengkap dari pengukuran tersebut harus dipelihara, termasuk detail dari hasil-hasil numerik, tanggal kalibrasi dan hasil observasi lain yang relevan.

4. Apabila akurasi dari pengukuran temperatur mempunyai efek yang signifikan pada hasil banalisis, alat pengukur temperatur pada peralatan seperti inkubator, watrerbath, dan oven harus dikalibrasi. Rekaman harian pengukuran temperatur pada saat peralatan digunakan harus dipelihara.

14. Pengendalian Mutu dan Uji Profisiensi

1. Direktur laboratorium harus mempunyai sistem proses pengendalian mutu untuk memastikan kompetensi teknis dari laboratorium.

2. Efektivitas dari program pengendalian mutu harus dapat diukur dan harus dicakup dalam kaji ulang manajemen laboratorium.

3. Program pengendalian mutu harus mencakup batas toleransi dan prosedur tindakan perbaikan yang digunakan pada saat batas tersebut dilampaui.

4. Partisipasi dalam program uji profisiensi harus mencakup luasnya dan kompleksitas prosedur analisis, termasuk jasa konsultasi dalam histopatologi. Laboratorium harus mengikuti kebijakan KAN tentang uji profisiensi.

5. Direktur laboratorium atau supervisor laboratorium harus memantau hasil-hasil uji profisiensi dan ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan tindakan perbaikannya bila diperlukan.

6. Direktur laboratorium atau supervisor laboratorium atau personel lain yang ditunjuk harus memantau secara sistematis dan mengevaluasi mutu dan kesesuaian kontribusi laboratorium pada penanganan pasien.

15. Keselamatan Laboratorium

1. Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis mengenai keselamatan. Prosedur praktek keselamatan di laboratorium harus menjadi bagian dari materi program orientasi karyawan yang baru. Hal ini harus didokumentasikan setelah selesai dilaksanakan.

2. Laboratorium harus melaporkan kecelakaan dan penyakit yang serius kepada lembaga yang berwenang.

3. Kecelakaan atau penyakit karena pekerjaan harus didokumentasikan dan dipelihara rekaman tindak lanjutnya.

4. Laboratorium harus memastikan bahwa personel laboratorium menggunakan baju kerja laboratorium dan peralatan keselamatan yang sesuai selama melaksanakan pekerjaannya.

5. Laboratorium harus mempunyai shower atau sumber air untuk emergensi di semua area dimana bahan-bahan dengan konsentrasi pekat ditangani. Laboratorium juga harus mempunyai alat pemadam kebakaran pada setiap tempat yang memerlukan.

6. Lemari asam harus dicek setiap tahun dan dipeliharan rekaman pengecekannya.

7. Semua peralatan laboratorium harus dipastikan di”grounded” sumber listriknya dan dicek kemungkinan kebocoran listriknya setiap tahun.

8. Semua bahan kimia yang bebahaya dan beracun harus dimasukkan ke dalam wadah,diberi label dan disimpan di lemari yang terkunci dan diawasi oleh seseorang yang ditunjuk. Laboratorium harus mengikuti peraturan terkait yang relevan.

9. Log book data keselamatan bahan kimia berbahaya harus dipelihara dan ditangani olehorang yang telah ditunjuk untuk hal tersebut.

10. Sebuah chemical hygiene plan (CHP) harus dibuat dan harus ditetapkan persyaratan penyimpanan, prosedur penanganan, lokasi dan prosedur klinik/medik yang harus diikuti apabila terjadi accidental contact atau over-exposure. Tingkat penguapan dari bahan-bahan toksik harus dimonitor dan direkam hasilnya. Staf pengujian harus mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai prosedur penanganan yang aman.

11. Gejala klinis dan kondisi lingkungan yang terjadi selama over-exposure harus diketahui dan harus ada prosedur penanganan medisnya.

12. CHP harus dikajiulang secara berkala setahun sekali dan semua pegawai harus dilatih.

13. Pakaian dan peralatan kerja yang sesuai harus digunakan pada saat bekerja dengan gas-gas yang berbahaya, seperti formaldehida.

14. Tempat-tempat yang berbahaya harus diberi tanda dengan jelas. Wadah reagen yang berisi bahan berbahaya harus diberi label yang berisi peringatan.

15. Panduan mutu laboratorium harus mencakup suatu bagian yang berisi kebijakan danprosedur apabila terjadi malapetaka seperti kebakaran, banjir dan lain-lain.

16. Keselamatan Mikrobiologi

a. Laboratorium harus menerapkan tindakan pencegahan terhadap bahaya infeksi dari darah dan cairan tubuh. Peraturan yang berlaku untuk hal tersebut harus diterapkan.

b. Biohazard cabinet yang sesuai harus berfungsi dan harus diverifikasi secara berkala.

17. Sampel Arsip

1. Sampel arsip adalah sampel atau bagian dari sampel yang diuji yang disimpan di laboratorium untuk digunakan apabila ada dispute terhadap hasil pengujian.

2. Apabila dapat diterapkan, jumlah sampel yang cukup mewakili harus disimpan selama periode waktu tertentu. Sampel arsip harus dikemas dalam wadah yang tertutup dengan baik, diberi identitas dan disimpan dalam kondisi yang sesuai.

18. Keselamatan Radioktif

1. Laboratorium yang menggunakan radionuklida harus menanganinya sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam panduan keselamatan. Laboratorium harus mendapat ijin dari otoritas yang berwenang apabila menggunakan radionuklida.

19. Penanganan Limbah

  • Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk penanganan limbah, baik limbah padat, cair maupun gas. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
  • Limbah harus dimusnahkan secara periodik dan tidak melebihi satu minggu.
  • Pipet tip mekanik, wadah sampel dan lain-lain tidak boleh dicuci dan digunakan kembali.
  • Semua jarum tajam dan pisau bedah harus disimpan dalam wadah yang tidak mudah bocor atau pecah.
  • Limbah yang berpotensi menginfeksi harus ditempatkan pada tas pembuangan biohazard untuk dimusnahkan.
  • Limbah yang berpotensi menginfeksi secara klinis seperti feses, urin dan cairan tubuh dari pasien harus dibuang ke tempat yang sesuai.

20. Pelaporan Hasil

1. Laboratorium harus mempunyai prosedur tertulis mengenai tata cara pelaporan hasil. Pelaporan hasil sebaiknya dilengkapi dengan pengesahan dari supervisor laboratorium atau orang lain yang ditunjuk.

2. Pelaporan hasil melalui telepon harus didokumentasikan, dikendalikan dan dibatasi dan harus ditindaklanjuti dengan laporan dalam bentuk hard copy.

3. Hasil harus disimpan minimum selama satu tahun dan direkomendasikan waktu maksimumnya sepuluh tahun.

4. Hasil yang telah dilaporkan hanya bisa dikoreksi oleh personel yang berwenang di laboratorium. Koreksi terhadap hasil harus dilaporkan segera kepada dokter yangn meminta pengujian.

5. Waktu penyelesaian pengujian untuksemua pengujian harus dieberitahukan kepada semua dokter yang meminta pengujian.

6. Jika relevan, nilai referensi harus tersedia untuk semua pengujian.

7. Konsultasi perihal interpretasi hasil dan saran untuk investigasi lanjutan harus tersedia setiap saat.

8. Laboratorium harus menyelenggarakan pertemuan staf profesional dengan staf klinik secara rutin perihal penggunaan laboratorium dan interpretasi hasil.

9. Staf profesional harus memberi tambahan catatan interpretasi atas hasil yang dilaporkan, misal peringatan jika diduga ada senyawa yang menginterferensi hasil.

Di populerkan “Komite Akreditasi Nasional National Accreditation Body of Indonesia “

0 komentar:

Posting Komentar

Trace








Flag Counter