UNDANG-UNDANG

Search

Update News

Indra Fardan. Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 02 Februari 2014

Konsep Dasar Akuntansi Syariah



1.     Jelaskan keterkaitan antara Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Bnak Indonesia (BI), dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam proses penyusunan Standar Akuntansi dan Auditing bagi Bank dan Lembaga Keuangan Syariah ?


DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbankan dan lembaga keuangan syariah. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan di bidang ekonomi  perbankan.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.

Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana.

Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun.

Menurut MUI (SK MUI No Kep.754/II/1999) ada empat tugas pokok DSN:

(1)      Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian,
(2)      Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan,
(3)      Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah, dan
(4)      Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Di samping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk :

(1)      memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada satu lembaga keuangan syariah.
(2)      Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait.
(3)      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.
(4)      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
(5)      Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Pedoman dari Dewan Syariah Nasional adalah

1.      Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI hasil Munas VI MUI tahun 2000.
2.      Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.
3.      Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor Kep-754/MUI/II/1999 tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN).
4.      Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional MUI Masa Bakti Tahun 2000-2005.
5.      Keputusan Rapat Kerja Nasional MUI bulan September 2000 tentang Keorganisasian.
6.      Surat Edaran Dewan Pimpinan MUI tanggal 27 Maret 2001 tentang Konsolidasi Organisasi

Ikatan Akuntan Indonesia

Komite Akuntansi Syariah (KAS) merupakan komite yang dibentuk oleh IAI untuk merumuskan standar akuntansi syariah. Komite ini dibentuk sejak oktober 2005 dari berbagai unsur, antara lain Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK-IAI), DSN-MUI, BI, BABEPAM, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan akademisi.
Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan -  Ikatan Akuntan Indonesia sampai tahun 2006 telah menghasilkan konsep Bangun Prinsip Akuntansi Syariah yang berlaku umum, dan Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti, IAS,IFRS,ETAP,GAAP. Selain itu ada juga PSAK syariah dan juga SAP. 
                                                   
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini. 

Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia. 

Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).” 

Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. 

Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.

Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK. 

Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). 

Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia. 

Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut : 

·                     Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar 
·                     Konsultasikan issue dengan DKSAK 
·                     Membentuk tim kecil dalam DSAK 
·                     Melakukan riset terbatas 
·                     Melakukan penulisan awal draft 
·                     Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK 
·                     Pembahasan dalam DSAK 
·                     Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar 
·                     Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya 
·                     Public hearing 
·                     Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing 
·                     Limited hearing 
·                     Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK 
·                     Pengecekan akhir 
·                     Sosialisasi standar 

Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang di atur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing.

Sejalan dengan mulai diberlakukannya ketentuan transparansi bagi perbankan syariah, selama tahun laporan telah dilakukan pertemuan dengan pihak Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang ditindaklanjuti dengan pemberian materi yang diperlukan pada pelatihan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia kepada para Akuntan Publik Indonesia dalam rangka memberikan pemahaman mengenai proses pelaksanaan pemenuhan ketentuan tersebut yang mulai berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2006
BANK INDONESIA (BI)
Bank Indonesia (BI) merupakan regulator bagi perkembangan seluruh bank umum dan BPR di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Prinsip syariah pun telah masuk dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, sebagai payung hukum pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang tersebut berupaya agar:

1.      Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah
2.      Fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi bank syariah.
3.      Kualitas aset produktif.
4.      Office chanelling.
Pada tahun 2002, BI menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Cetak Biru (blue print) ini dibuat untuk memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan sasaran pengembangan jangka panjang. Berikut adalah sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 yang digariskan dalam cetak tersebut:
1.                  Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan, yang ditandai dengan:

a.                   Tersusunnya norma-norma keuangan syariah yang seragam (standarisasi).
b.                  Terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagi pengawasan prinsip syariah dalam operasional perbanan (baik instrument maupun terkait).
c.                  Rendahnya tingkat keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi.

2.                  Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah:

a.          Terwujudnya kerangka pengaturan dan pengawasan berbasis risiko yang sesuai dengan karakteristiknya dan didukung oleh SDI yang handal.
b.                  Diterapkannya konsep corporate governance dalam operasi perbankan syariah.
c.                   Diterapkannya kebijakan exit dan entry yang efisien.
d.                  Terwujudnya realtime supervision.
e.                   Terwujudnya self regulatory sistem.

3.                  Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, yang ditandai dengan:
a.                   Terciptanya pemain-pemain yang mampu bersaing secara global.
b.                  Terwujudnya aliansi strategis yang efektif
c.                   Terwujudnya mekanisme kerjasama dengan lembaga-lembaga pendukung
4.                  Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas, yang ditandai dengan:
a.                  Terwujudnya safety net yang merupakan kesatuan dengan konsep operasional
b.                  perbankan yang berhati-hati.
c.                  Terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan bank syariah di seluruh Indonesia dengan target pangsa sebesar 5% dari total asset perbankan nasional.
d.                 Terwujudnya fungsi perbankan syariah yang kaffah dan dapat melayani seluruh segmen masyarakat.
e.                   Meningkatnya proporsi pola pembiayaan secara bagi hasil.

Pada pertengahan tahun 2008, pengaturan Bank Syariah dimuat dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 juli 2008. Undang-undang tersebut terdiri dari 13 Bab dan 70 Pasal.

AUDITING

Akuntan Publik yang melakukan audit terhadap perbankan syariah sebelum mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan, agar memperoleh pendapat terlebih dahulu dari Dewan Pengawas Syariah tentang kepatuhan bank syariah yang diawasinya.

Adanya laporan pengawasan syariah kepada stakeholders perbankan syariah dan keharusan untuk mendapatkan pendapat Dewan Pengawas Syariah bagi Akuntan Publik sebelum mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan perbankan syariah yang diaudit, adalah merupakan salah satu usaha untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat dalam penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi Hal ini sesuai dengan salah satu sasaran akhir yang akan dicapai dalam revisi Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah tahun 2005 berupa terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan syariah.

Dalam upaya untuk mendorong tersusunnya norma-norma keuangan syariah yang seragam dan pengembangan produk yang selaras antara aspek syariah dan kehati-hatian, pada tahun laporan telah dilakukan pembahasan bersama pihak terkait didalam Komite Akuntansi Syariah dimana Bank Indonesia sebagai salah satu anggotanya bersama Ikatan Akuntan Indonesia dan pihak lainnya.

Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2007 telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntansi berdasarkan kaidah syariah. Berikut ini daftar Standar Akutansi Keuangan yang juga akan berlaku bagi perbankan syariah :

a.    Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
b.    PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
c.    PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
d.   PSAK 103 tentang Akuntansi Salam,
e.    PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’,
f.     PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah,
g.    PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.

IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi keuangan yang baik.

Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek perbankan yang telah ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI.

Sejak tahun 2001 telah dilakukan berbagai kerjasama penyusunan standar dan pedoman akuntansi untuk industri perbankan syariah termasuk penyelesaian panduan audit perbankan syariah, revisi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan revisi Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Dengan semakin pesatnya perkembangan industri perbankan syariah maka dinilai perlu untuk menyempurnakan standar akuntansi yang ada. Pada tahun 2006, IAI telah menyusun draft Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Draft ini diharapkan dapat ditetapkan menjadi standar pada tahun 2007.

Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI dengan bekerjasama dengan Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan syariah dan dengan mempertimbangkan standar yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah internasional yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar standar yang digunakan selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah internasional.

DAFTAR PUSTAKA

----------Drs. Sofyan Syafri Harahap, MSAc, Akuntansi Pengawas & Manajemen Dalam Pespektif Islam, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
----------Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, BI (http://www.bi.go.id)
----------Majelis Ulama Indonesia (2009). “ Sejarah Basyarnas”. (http://www.Mui.org.id)
----------(www.iaiglobal.or.id)                  
----------Yaya, R, Martawireja, A. E., & Abdurahim, A. (2009). Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktek Konteporer, Jakarta : Salemba Empat
--------- Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2004, Cet. Kedua



2. Lembaga Keuangan Syariah memiliki titik pandang "Uang" yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional, khususnya perbankan. 

a. Jelaskan perbedaan titik pandang terhadap uang tersebut.
b. Berikan contoh yang dapat mengambarkan perbedaan terhadap uang tersebut. 

JAWAB :

a. Jelaskan perbedaan titik pandang terhadap uang tersebut. 

Menurut SK Menkeu RI No. 792 tahun 1990, lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan perhimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi perusahaan namun tidak berarti membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan. Dalam kenyataannya, kegiatan usaha lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa. Lembaga keuangan bank secara operasional dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia. Sedangkan pembinaan dan pengawasan dari sisi pemenuhan prinsip-prinsip syariah dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Lembaga keuangan. 

Dari sudut pandang ekonom, uang ( money ) merupakan stok aset – aset yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima / dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi.kerena itu uang dapat berbentuk apa saja, tetapi tidak berarti segala sesuatu itu adalah uang.
Uang Fiat ( Fiat Money atau Token Money )
Uang Fiat adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai nominalnya jauh lebih besar dari nilai komoditas itu sendiri.
Uang Komoditas ( Comodity Money )
Uang Komoditas adalah uang yang nilainya sebesar nilai komoditas itu sendiri.
Uang Hampir Likuid Sempurna ( Near Money )
Salah satu syarat suatu asset dapat digunakan sebagai uang adalah likuiditasnya. Uang fiat dan uang komoditas adalah uang yang likuid sempurna, sehingga untuk dapat digunakan tidak perlu ditukarkan atau dicairkan terlebih dahulu. Selain kedua jenis uang tersebut ada juga asset financial yang berfungsi sebagai uang namun untuk menggunakannya harus ditukarkan / ditukarkan terlebih dahulu. Misalnya, uang dalam bentuk cek (demand deposit)dapat diterima sebagai alat pembayaran. Fungsi Uang Empat fungsi uang yaitu :

Ã…      Satuan Hitung ( Unit of Account ) Maksudnya uang dapat memberikan harga suatu komoditas berdasarkan satu ukuran umum, sehingga syarat terpenuhinya double coincidence of wants ( kehendak ganda yang selaras ) tidak diperlukan lagi.
Ã…      Alat Transaksi ( Medium of Exchange ) Untuk dapat berfungsi sebagai alat tukar, uang harus diterima / mendapat jaminan kepercayaan. Jaminan kepercayaan itu diberikan oleh pemerintah berdasarkan undang – undang atau keputusan yang berkekuatan hukum.
Ã…      Penyimpanan Nilai ( Store of Value ) Fungsi uang sebagai penyimpanan nilai dikaitkan dengan kemampuan uang menyimpan hasil transaksi atau pemberian yang meningkatkan daya beli, sehingga semua transaksi tidak perlu dihabiskan saat itu juga.
Ã…      Standar Pembayaran Di Masa Mendatang ( Standard of Deferred Payment ) Pembayaran untuk masa mendatang dimungkinkan karena uang memiliki fungsi standar pembayaran dimasa mendatang. Dengan funsi tersebut beberapa balas jasa atau pembayaran dimasa mendatang menjadi lebih mudah dihitung , karena diukur dengan daya beli ( purchasing power ), dibanding bila diukur dengan nilai komoditas tertentu.

Dalam konsep Islam, uang memegang peranan sosial dan religius yang khusus, Karena merupakan ukuran yang terbaik untuk melakukan transaksi di dunia perekonomian. Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat islam, Peranan Uang terletak pada kenyataan bahwa uang memungkinkan kita menghitung nisab dan menilai zakat dengan tepat Uang disamping sebagai alat hitung dan alat tukar juga mempunyai peranan sebagai fungsi sosial lain dengan menahan atau mencegah eksploitasi terbuka dalam situasi tawar-menawar tanpa akhir. Dengan demikian apabila kita melihat uang dalam melaksanakan fungsi sosial dan relegiusnya, maka pada hakekatnya uang berfungsi sebagai alat bukan tukar. Sebagaimana kita mengetahui uang itu juga menghasilkan bunga, sedangkan bunga itu dilarang oleh agama islam. Karenanya Diberlakukannya bank islam yang tidak menganut prinsip bunga tetapi prinsip bagi hasil. Perbankan islam berdasarkanprinsip Shirakah (Mitra Usaha), artinya seluruh sistem perbankan dimana pemegang saham, depositor, investor dan peminjam akan berperan serta atas dasar mitra usaha. Mengenai arti bank islam Drs. H. Karneen Permataatmadja, MPA dan Muhammad Syafi’i Antonio, Msc memberikan arti bank islam yaitu bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam dan tata cara operasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.

Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip islam, tujuan pertama ini murni untuk religious sehingga dari sudut pandang sekuler,tingkat keberhasilan atau kegagalannya sulit diukur. Namun, para ulama telah berusaha memberikan landasan teoritis untuk pelanggaran itu dari sisi moral dan ekonomi. Menolak peminjaman uang dengan bunga karena “barang siapa menggunakan uang hasil transaksi riba, berarti ia tidak bersyukur dan tidak adil”, karena uang “dibuat bukan mencari uang lagi, melainkan untuk tujuan-tujuan lainnya”. 

Dan karena menimbun uang adalah tindakan yang tidak adil maka tidak dibolehkan menjual uang untuk mendapatkan uang, kecuali kalau mendapatkan uang memang sebagai tujuannya, dan ini sungguh perbuatan yang tidak adil. Tentang penjelasan pertama ini, tampak jelas bahwa keuangan islam berusaha mempengaruhi struktur kepemilikan asset ekonomi.

Distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, tujuan kedua sistem keuangan islam ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menyebarkan pemilikan sumber daya produktif masyarakat, atau upaya untuk mengubah distribusi hasil produksi antara tenaga kerja (termasuk pengusaha) dan modal. Karena partisipasi ekuitas yang lebih luas dari bank-bank islam maka pemilikan dialihkan dari pengusaha kepada sektor perekonomian lainnya. 

Pengenalan sistem lembaga keuangan islam dalam lingkup perekonomian yang sedang berkembang akan mengubah distribusi penghasilan demi keuntungan para pemilik modal, yang cenderung terdiri atas para deposan bank. 

Kemajuan pembangunan ekonomi, yang terdiri atas tingkat pertumbuhan yang optimum, stabilitas nilai uang dan pengembangan aspek keagamaan. Dari sudut pandang islam, sebagaimana tujuan ekonomi tak dapat dipisahkan dari tujuan religius dan ediologi. Dan untuk pencapaian stabilitas makroekonomi dianggap sebagai prasyarat yang mesti dipenuhi atau sebagai akibat langsung dari pertumbuhan ekonomi.
Selain tujuan diatas ada juga tujuan lainnya yaitu sistem keuangan dan perbankan islam diciptakan untuk memeberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim. Selain tujuan khusus ini,institusi perbankan dan keuangan sebagaimana aspek-aspek masyarakat islam lainnya,diharapkan dapat “member kontribusi yang layak bagi tercapainya tujuan sosiol-ekonomi islam”. Target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi,perluasan kesempatan kerjadan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi keadilan sosiol-ekonomi serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar,stabilitas nilai uang dan mobilitas serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan bagi hasil kepada semua pihak yang terlibat. Sebagai tujuan terakhir, dalam arti bahwa peluang untuk melakukan operasi keuangan yang halal jauh lebih penting dibanding model operasi keuangan itu sendiri.

Maka mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai; Konsep konvensional mempraktekkan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;

 Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;

Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah

1.      Demi untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing lembaga-lembaga keuangan Islam dengan lembaga keuangan lain perlu dirumuskan dan diambil langkah-langkah strategis bagi pengembangan lembaga keuangan Islam. Strategi yang akan dijalankan harus secara komprehensif dengan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi, maupun kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
2.      Langkah-langkah konkrit untuk pengembangan lembaga keuangan telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang dipelopori oleh Bank Indonesia. Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan telah disyahkan dan dalam UU ini telah dinyatakan dengan tegas adanya peluang yang lebih luas bagi pengembangan perbankan Syari’ah. Pasal-pasal dalam UU ini kemudian diikuti dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur seluruh kegiatan operasional bank Syari’ah.
3.      Peraturan-peraturan BI yang telah dikeluarkan adalah SK BI tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah, SK ini dimaksudkan untuk mendorong perluasan jaringan bank Syari’ah. SK BI tentang Giro Wajib Minimum, SK BI tentang Pasar Uang Antar bank Syari’ah, SK BI tentang Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia, SK-SK ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah likuiditas dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip Syari’ah. Peraturan yang lainnya adalah peraturan yang berkaitan dengan tugas bank sentral, ketentuan standar akuntansi dan audit, arbitrase mu’amalah, standarisasi fatwa dan lain-lain.
4.      UU No.10, juga telah melahirkan bank Syari’ah – bank Syari’ah baru maupun cabang Syariah. Keberadaan bank-bank baru ini memiliki sumbangan yang positif terhadap perkembangan Perbankan Syari’ah. Bank-bank ini diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Sosialisasi perbankan Syari’ah juga akan semakin gencar dan meluas. Sebelumnya tugas ini hanya dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia sebagai single player, kini dilakukan juga oleh rekan – rekannya yang lain. Dengan bertumbuhnya bank Syari’ah dimungkinkan untuk terjalinnya kerjasama antar bank Syari’ah. Kerjasama ini diperlukan antara lain dalam hal penempatan dana antar bank yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas. Pertumbuhan ini juga memiliki arti penting untuk meningkatkan persaingan, sehingga masing-masing akan berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mendorong variasi produk dan jasa perbankan Syari’ah. Yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan efisiensi bagi pengoperasian perbankan Syari’ah.
5.      Permasalahan kekurangan SDI dalam perbankan Syari’ah dalam berbagai tingkatan disebabkan masih sangat terbatas lembaga pendidikan dan pelatihan perbankan Syari’ah, baik di dalam maupun di luar negeri. Kebutuhan mendesak jangka pendek mungkin dapat dilakukan dengan cara melatih SDI perbankan dalam pelatihan operasional perbankan Syari’ah, workshop, seminar dan lain-lain. Pengembangan SDI perbankan Syari’ah dalam jangka panjang bukan hanya pada aktifitas pelatihan atau training yang bersifat teknis dan memenuhi kebutuhan jangka pendek, tetapi juga diarahkan kepada kegiatan penelitian dan pendidikan jangka panjang. Dengan berdirinya bank Syari’ah – bank Syari’ah baru, berarti permintaan terhadap lulusan yang memiliki latar belakang ini akan banyak, dan permintaan terhadap pendidikan formal dalam bidang ekonomi Islam akan banyak. Pengelola lembaga pendidikan juga dituntut agar dapat merespon kebutuhan ini.

b. Berikan contoh yang dapat mengambarkan perbedaan terhadap uang tersebut.

perbedaan mendasar bank syariah dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah berdasarkan bagi hasil dan margin keuntungan, sedangkan bank biasa memakai perangkat bunga. Kedua, pada bank syariah hubungan dengan bank syariah berbentuk kemitraan. Sedangkan pada bank biasa hubungan itu berbentuk debitur – kreditur. Ketiga, bank syariah melakukan investasi yang halal saja, sedangkan bank biasa, bisa halal, syubhat dan haram. Keempat, bank syariah berorientasi keuntungan duniawi dan ukhrawi, yakni sebagai pengamalan syariah. Sedangkan orientasi bank biasa semata duniawi. Kelima, bank syariah tidak melakukan spekulasi mata uang asing dalam operasionalnya untuk meraup keuntungan, sedangkan biasa, banyak yang masih melakaukan. Bank syariah tidak memandang uang sebagai komoditi, sedangkan bank syariah tidak memandang uang sebagai komoditi, sedangkan bank biasa cenderung berpandangan demikian. Secara lebih rinci dapat dijelaskan seperti di bawah ini :
  1. Bank Syariah
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah 

Prinsip bagi hasil:

Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

Bank Konvensional

Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakangSistem bunga: Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank, Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan, Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.


DAFTAR PUSTAKA

------------H. DJASLIM SALADIN, SE., Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan Islam, Linda Karya
------------Prof. Dr. Willem H. Makaliwe & Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Teori umum mengenai kesempatan kerja, bunga dan uang, Gadjah Mada University Press.
------------Muhadi Zainuddin, Sistem Ekonomi Islam, UII Press.

 

3. Jelaskan menurut pendapat saudara :

a. Sistem operasi perbankan syariah di Indonesia saat ini
b. Identifikasi permasalahan yang dihadapi perbankan syariah saat ini
c. Bagaimana perkembangan bank syariah mendatang di Indonesia

Jawab :

a. Sistem operasi perbankan syariah di Indonesia saat ini


Pengertian Bank yang berkaitan dengan Perbankan Syariah pada UU No.21 2008 Tentang Bank Syariah:

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 

Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah  

Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran  

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syariah yang dalam yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran  

Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu dan atau unit syariah
 
Pengertian Prinsip Syariah Berdasar UU No.21 2008 Tentang Perbankan Syariah

Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Proses Terbentuknya Landasan Hukum Bank Syariah
 

Bentuk Usaha Perbankan Syariah
  • Bank Umum Syariah
  • Bank Konvensional yang Membuat Cabang SyariaH(Unit Usaha Syariah)
 Fungsi dan Peran Bank Syariah
  • Manager investasi, yaitu Bank Syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
  • Investor, yaitu Bank Syariah dapat menginvestasikan dana yang dimiliki maupun dana nasabah yang dipercayakan padanya.
  • Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, Bank Syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
  • Pelaksana kegiatan social, sebagai cirri yang melekat pada entitas keuangan syariah, Bank Syariah juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan danmengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana social lainnya.
Fungsi dan Peran Bank Syariah menurut Islamic Studies of Economics Group (2007), Bank Syariah mempunyai fungsi sebagai berikut :
  1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi perdagangan dan jasa (Mudharib).
  2. Sebagai pengelola investasi yang dikehendaki  oleh pemilik dana (Shahibul maal)
  3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran sebagaimana pada umumnya dijalankan oleh bank konvensional sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
  4. Sebagai pengelola ZIS dan fungsi sosial lainnya.”

Fungsi dan Peran Bank Syariah menurut Muhammad (2005), sebagai berikut:

  1. Menjadi perekat nasionalisme baru
  2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan
  3. Memberikan return yang lebih baik
  4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan
  5. Mendorong pemerataan pendapatan
  6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana
  7. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank
  8. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).”
Tulisan ini dibuat dengan acuan berbagai sumber, yaitu:

Data power point(.ppt) dari dosen pengajar Pengantar Manajemen, Ekonomi Perbankan Islam UMY tentang Sistem Operasi Bank Syariah. 

Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI 
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_l0251_0606523_chapter2.pdf

Tahun 2012 perbankan syariah di indonesia dimulai ini bisa dibilang cukup ada dalam kondisi yang “aman” tercermin dari pertumbuhan Indonesia terutama industri perbankan yang cukup kuat dan positif di tengah ombak penurunan ekonomi dunia. Oleh karena kondisi makro ekonomi yang relatif stabil, keadaan industri perbankan pun mengalami peningkatan dalam pengembangannya. Setelah dirating, hasil dari Islamic Finance Country Index menyatakan bahwa industri perbankan syariah Indonesia masuk di urutan ke-empat di bawah Iran, Arab Saudi, dan Malaysia yang notabene-nya selalu jadi peran utama keuangan syariah global. What an amazing news !
Angka rata-rata pun yang cukup luar biasa perihal pertumbuhan aset perbankan syariah selama lima tahun belakangan yang naik ke posisi 40% sementara pertumbuhan perbankan konvensional hanya berada di titik 20%. Ditinjau dari segi aset, total aset perbankan syariah sebesar Rp 125,5 triliun, naik dari 2010 yang hanya sekitar Rp 97,5 triliun (berdasarkan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia, Oktober 2011).

AKANKAH KRISIS MENERJANG ?
Krisis yang terjadi negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Eropa disinyalir memang akan memberi kontribusi terhadap perbankan Indonesia, baik langsung atau tidak. Kenapa bisa begitu? Simpel saja, jawabannya karena mayoritas sistem keuangan Indonesia perbankan. Untungnya di tengah-tengah kegalauan ekonomi yang terjadi itu tidak berdampak langsung ke Indonesia karena eksposur luar negeri hanya sekitar Rp100 triliun (sekitar 3% dari aset perbankan nasional) begitupun juga terhadap perbankan Syariah yang minim terkena dampak karena portfolio pembiayaannya hanya Rp92.8 triliun (September 2011) dan nyaris semua pembiayaannya ada usaha di sektor riil domestik, bukan luar negeri. Penggunaan dana nasabah dengan distribusi kredit ke sektor usaha produktif juga ikut serta dalam mendukung kekuatan kondisi perbankan.
Kabar gembira berikutnya adalah sekarang Indonesia berada di posisi “investment grade” dari BB+ menjadi BBB yang didapat dari International Credit Rating. Setidaknya, posisi credit rating Indonesia bisa disejajarkan dengan negara maju yang diterpa badai krisis. Hal yang luar biasa, karena saat negara maju sedang collapse, Indonesia malah bisa survive. Harapannya adalah kemampuan Indonesia untuk survive ini akan menarik minat inestasi dari investor asing di industri perbankan.

UDEK-UDEK DATA BPS
  1. Isi Kantong Syariah-Sumber Dana
Bicara soal dana, Bank Syariah ini juga tergolong cukup hebat, padahal belum lama juga dilaunching dan langsung booming. Pendanaan dari nasabah yang cukup besar menjadikannya kuat untuk menahan gejolak ekonomi yang membuat negara-negara besar saja collapse, tapi karena nyaris semua pembiayaannya ada usaha di sektor riil domestik, bukan luar negeri. Memang dengan diagram kue pie seperti ini kita akan lebih mudah untuk melihat hasilnya. Di bagian yang berwarna ungu sebesar 87,4% dana yang dimiliki oleh bank syariah berasal dari pihak ketiga (nasabah), sedangkan dana-dana lainnya seperti modal, pinjaman, surat berharga, dan kewajiban hanya menjadi minoritas yang bisa dikatakan tidak signifikan. Fenomena ini cukup luar biasa karena dapat memback up industri perbankan di Indonesia ini.
Harta Karun Syariah-Total Aset
Berdasarkan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia bulan Desember 2011, total aset perbankan syariah sebesar Rp 140,0 triliun, naik dari November 2011 yang hanya sekitar Rp 125,0 triliun. Konsep perlahan namun pasti sepertinya dianut oleh Perbankan Syariah Indonesia. Tercermin dalam grafik bahwa dari masa ke masa peningkatan terus terjadi walaupun hanya merayap, tapi seperti yang telah diulas sebelumnya bahwa selama 5 tahun belakangan ini pertumbuhannya menembus angka 40% per tahun. Lain lagi dengan  dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan masing-masing mencapai Rp 115 triliun dan Rp 100 triliun dengan tingkat financing to deposit rasio (FDR). Jumlah pemain perbankan syariah tidak bertambah satu tahun terakhir ini baik dari jumlah Bank Umum Syariah (BUS), yaitu 11 BUS dan Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu 23 UUS.

KEJAR TARGET SYARIAH 2012

Niat BI seputar peningkatan laju Bank Syariah begitu gencar dan sigap. Di awal tahun 2012 ini saja BI tengan menyiapkan strategi-strategi yang unik sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan kinerja Perbankan Syariah dan menembus 4% total aset perbankan nasional. Ada beberapa strategi yang dirancangkan oleh BI untuk kejar target yang tak lain ditujukan untuk mencapai level pertumbuhan di atas 50% dan bisa mendapatkan 4% market share nasional. Saat diwawancara oleh ANTARA (Bandung), Halim Alamsyah selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa saat ini aset perbankan syariah di Indonesia ada di posisi 130 triliun (3,78% dari total aset perbankan nasional) dengan total pertumbuhan aset 48% dibanding 2010 lalu.
Di awal 2012 ini, kinerja perbankan syariah akan bergerak semakin naik karena terdapat 3 Bank Syariah baru, seperti BCA Syariah, Panin Syariah dan Bank Victoria. Sang nara sumber, Bandung Lucky Fathul Azis selaku Pimpinan Kantor Bank Indonesia (KPI) mendeskripsikan bahwa daerah Jawa barat seperti Bandung, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai 44,545 persen dengan total aset saat ini sebesar Rp14,8 triliun. Proporsi perbankan syariah Jabar saat ini sudah mencapai 5,2 persen dari total aset perbankan se-Jabar. Hal ini memberikan angin segar bahwa pertumbuhan perbankan syariah di Jabar optimistis naik pada 2012. Hal menarik berikutny yang ada di Jabar adalah dibentuknya “Sharia Center” Jabar sebagai tempat sosialisasi, pembelajaran, dan penelitian tentang ekonomi dan perbankan syariah.

b. Identifikasi permasalahan yang dihadapi perbankan syariah saat ini
 
Menurutnya, tantangan jangka pendek yang dihadapi perbankan syariah antara lain masalah permodalan, pembukaan kantor cabang, jumlah dan kompensi Sumber Daya Manusia (SDM), inovasi produk yang mampu berkompetisi dan diterima pasar dan program sosialisasi.
Sedangkan tantangan jangka panjang yang dihadapi perbankan syariah, yakni perbedaan karakteristik perbankan syariah dengan sistem keuangan konvensional.
Meskipun perkembangan bank syariah di Indonesia cukup pesat dalam lima tahun terakhir, namun tetap saja ada kendala seiring perjalanannya hingga saat ini. Jika di tinjau dari beberapa aspek maka dapat di simpulkan kendala bank syariah Indonesia hingga saat ini antara lain:
a)   Belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai
Sumber daya manusia merupakan asset terpenting dalam industry manapun termasuk perbankan syariah. Minimnya SDM yang berkulaitas dan memilki semangat berekonomi syariah sangatlah minim. Hal ini terbukti dari sedikitnya universitas-universitas yang membuka kelas ekonomi syariah khususnya perbankan syariah[6]. Dalam kenyataanya SDM yang ada saat ini di bank syariah Indonesia merupakan pemain lama yang sebelumnya bekerja di bank konvensonal. Akibatnya pemikirin lama dan watak lama ikut serta dalam industry perbankan syariah sehingga perkembangan yang seharusunya signifikan dalam pencapaian target market share 2009 sebesar 5 % pun tidak tercapai.
b)   Infrastruktur dan regulasi yang belum mendukung secara maksimal
Dukungan infrastruktur Islamic financial yang minim membuat perbankan syariah harus berlari tertatih tatih. Dr. Muliaman D. Hadad selaku Deputi Gubernur Bank  Indonesia dan Ketua Umum MES mengatakan bahwa infrastruktur perbankan syariah masih kurang dan perlu dukungan yang penuh dari pemerintah untuk mengembangkan perbankan syariah Indonesia. Selain itu masalah regulasi-regulasi yang terkait dengan perbankan syariah harus  diperjuangkan mengingat perbankan syariah Indonesia tidak dapat berdiri kokoh jika hanya dengan regulasi perbankan syariah itu sendir tanpa adanya dukungan dari regulasi terkait. Aries Mufti mengatakan bahwa regulasi terkait tersebut adalah Amandemen Undang-undang Zakat dan Undang-undang mikro syariah
c)    Masih kecilnya total asset  bank syariah Indonesia
Berdasarkan statistic perbankan syariah per september 2009 dapat dilihat bahwa total asset perbankan syariah sebesar 58,034 triliun. Secara statistika aset mengalami pertumbuhan sebesar 12,18 triliun secara yield on yield atau tumbuh sebesar 26,6 % dari 46,8 triliun di September 2008 menjadi 58,3 % di bulan september 2009 dengan demikian maka pangsa pasar total asset perbankn syariah terhadap total asset perbankan nasional meningkat dari 2,2 % menjadi 2,5 % di agustus 2009. Dana Pihak ketiga tumbuh  sebesar 11,81 % secara yield on yield atau tumbuh 35,2 % dibandingkan dengan September 2008 menjadi 45,38 %. Tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan dana pihak ketiga pertumbuhan perbankan nasional yang sebesar 21,04% pada periode yang sama, namun demikain laba bersih turun 23,5 persen yield on yield dari 613 milyar September 2008 menjadi 469 milyar pada September 2009.
  Aset, DPK, PYD Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Meskipun dari segi yoy meningkat tetapi dari segi kuantitatif masih sangat jauh dari perbankan konvensional Indonesia. Hal ini terbukti dari market share perbankan syariah yang masih berada di kisaran di bawah 3 %. Sedangkan perbankan konvensioanal masih menguasai sekitar 97 % market share perbankan nasional.
d)   Tingkat kemajuan masyarakat di Indonesia
Tingkat kemajuan msyarakat di suatu negara juga mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu Negara teramsuk perbankan syariah Indonesia. Bapak Aziz Setiawan mengatakan dalam wawancaranya dengan beliau bahwa tingkat kemajuam masyarakat menjadi tolak ukur kemajuan pereokonomian suatu bangsa. Tingkat pendidikan yang tingi sebanding lurus dengan kemjauan ekonomi negeri. Maka jika masyarkat di suatu negeri maju dari segi intelektuaitas maupun pola pikirnya dapat diprediksi Negara tersebut akan menjadi Negara maju termasuk dalam bidang perbankan. Sehingga Bank Indonesia dengan program mengedukasi masyarkat tentang perbankan syariah tidak akan perlu lagi dicantumkan dalam grand strateginya dalam perkembangan bank syariah kedepan.
e)    Tingkat keamanan perbankan indonesia
Kemanan menjadi faktor penting nasabah memilih bank yang akan menyimpan uang mereka. Berdasarkan penelitian consumer banking tahun 2008 oleh tim riset mars Indonesia menunjukkan bahwa nasabah berpendidikan dari SD hingga S3 memilih tingkat kemanan sebesar 15,2 % dari total  indicator yang ada.
f)     Pengembangan produk yang terjebak dalam dua aturan yaitu syariah dan hukum positif
Pengembangan produk dalam bank syariah seringkali terjebak diantara kedua aturan yang saling tarik menarik, yaitu syariah dan hukum positif. Perlu ada upaya bersama untuk mencari jalan keluar, misalnya di Negara Malaysia akad bai’al-inah diperbolehkan oleh DSN setempat sedangkan di Indonesia tidak diperbolehkan. Hal ini amat penting agar bank syariah dapat menunjukkan ciri khas produknya dari yang dimiliki bank konvensional. Pengembangan produk dalam perbankan syariah dapat mengikuti arah perbankan konvensional, tetapi asas-asas produk syariah tidak boleh ditinggalkan. Semua produk syariah dapat diterapkan untuk semua jenis kategori, tetapi harus mengikuti konsekuensinya. Perlu adanya usaha terus menerus mengembangkan teknis keuangan untuk memberikan alternatif bagi perbankan syariah terhadap produk keuangan di dunia konvensional.
g)   Minimnya teknologi yang canggih dalam kemudahan bertransaksi
Dukungan Teknologi Informasi yang memadai mutlak diperlukan oleh bank syariah untuk melayani dan memberikan kemudahan bagi nasabahnya. Tanpa bantuan IT (Information Technology) yang canggih, bank syariah akan ketinggalan zaman dan ditinggalkan nasabahnya. Kecenderungan nasabah bank saat ini adalah memilih bank yang sudah online dan mempunyai ATM yang jaringannya luas dan fiturnya lengkap. Di era telekomunikasi canggih ini, bank yang menguasai IT akan memenangkan persaingan dalam menjaring nasabah. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem IT yang up to date sesuai dengan kehendak nasabah dan karakteristik bank syariah.

c. Bagaimana perkembangan bank syariah mendatang di Indonesia

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah memasuki babak baru. Pertumbuhan industri perbankan syariah telah bertransformasi dari hanya sekedar memperkenalkan alternatif praktik perbankan syariah menjadi bagaimana bank syariah menempatkan posisinya sebagai pemain utama dalam peraturan ekonomi di tanah air. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan  utama dan pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Hal ini ditunjukan denagn akselerasi pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia.
Di tengah rentannya kondisi keuangan global, perbankan syariah di Indonesia mencatatkan kinerja yang sangat bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.  Menurut statistik Bank Indonesia, perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia setiap tahunnya cukup fantastis dan menggembirakan, tumbuh antara 40-45 persen per tahun. Hal ini tercermin dari pertumbuhan asset, peningkatan pembiayaan, ekspansi pelayanan ( jaringan kantor yang semakin meluas menjangkau 33 propinsi di Indonesia). 
Dalam menghadapi badai krisis global (1998, 2008, dan krisis eropa 2011) industri  perbankan syariah di Indonesia memiliki daya tahan yang kokoh serta menunjukkan prestasi performance yang baik. Fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dengan FDR di atas 100 %. Pembiayaan  produktif (modal kerja dan investasi) terus meningkat melebihi   70% dari total pembiayaan  yang disalurkan oleh perbankan syariah. Sebaliknya pembiayaan consumer semakin melambat seiring dengan meningkatkannya pembiayaan produktif. Menurut data BI, pertumbuhan pangsa pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal kerja + investasi) telah melambat tipis menjadi sebesar 28%  dari 30,09%. (2010 – 2011).
Menurut data Bank Indonesia, kini   sudah ada 11 Bank Umum Ssyariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS),  dan 156 BPRS, dengan jaringan kantor meningkat dari 1.692 kantor di tahun sebelumnya menjadi 2.574 di tahun 2012, Dengan demikian jumlah jaringan kantor layanan perbankan syariah meningkat sebesar  25,31%. (Data diperoleh pada 17 Desember 2012).
Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai   Rp.179 Triliun (4,4 % dari asset perbankan nasional), Sementara DPK Rp. 137 Triliun.  Suatu hal yang luar biasa  adalah, total  pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah  sebesar Rp 139 Triliun, melebihi jumlah DPK, Ini berarti FDR perbankan syariah di atas 100 persen. Data ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan syariah untuk menggerakan perekenomian, sangatlah besar.
Pertumbuhan  asset, DPK dan pembiayaan juga relative masih tinggi, masing-masingnya adalah,  aset tumbuh ± 37%, DPK tumbuh ± 32%, dan Pembiayaan  tumbuh ± 40%). Satu hal yang perlu dicatat, bahwa market share pembiayaan perbankan syariah dibanding konvensional, sudah melebihi dari lima persen, tepatnya  5,24 %.
Jumlah nasabah pengguna perbankan syariah dari tahun ke tahun meningkat signifikan, dari tahun 2011-2012  tumbuh sebesar 36,4 %.  Kini jumlah penggunanya 13,4 juta rekening (Okt’ 2012, 36,4% –  yoy), baik nasabah DPK maupun nasabah pembiayaan. Apabila pada tahun 2011 jumlah pemilik rekening sebanyak 9,8 juta, maka di tahun 2012 menjadi 13,4 juta rekening, berarti dalam setahun bertambah sebesar 3,6 juta nasabah.
Dengan pertumbuhan yang besar tersebut, maka akan semakin banyak masyarakat yang terlayani. Makin meluasnya jangkauan perbankan syariah menunjukkan  peran perbankan syariah makin besar untuk pembangunan ekonomi rakyat di negeri ini. Kita punya obsesi, perbankan syariah  seharusnya tampil sebagai garda terdepan atau  lokomotif terwujudnya financial inclusion. Hal ini disebabkan karena missi dasar dan  utama syariah adalah pengentasan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan  seluruh lapisan masyarakat. Bank syariah harus dinikmati masyarakat luas bahkan di masa depan sampai ke pedesaan, seperti BRI. Seluruh  bentuk hambatan yang bersifat price maupun nonprice terhadap akses lembaga keuangan, harus dikurangi dan dihilangkan.
Menurut survey Bank Dunia (2010), hanya  49 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Dengan demikian masyarakat yang tidak memiliki tabungan baik di bank maupun di lembaga keuangan non bank relative masih tinggi, 52 %. Kehadiran bank-bank syariah yang demikian cepat pertumbuhannya diharapkan akan mendekatkan masyarakat kepada lembaga keuangan formal, seperti perbankan syariah.
Juga terdapat menjadi landasan dalam hal suatu penelitian pada sebuah bank syariah terhadap sekitar 3.200 nasabah di seluruh Indonesia, diketahui bahwa lebih dari 70 % nasabah memilih bank syariah dalam melakukan transaksi perbankan dengan alasan utama sesuai keyakinan agama. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang menginginkan dalam melakukan transasksi keuangan tidak bertentangan dengan keyakinan agama. Alasan utama lainnya yang menyebabkan nasabah memilih bank syariah adalah karena pelayanan bank syariah yang cepat dan memuaskan sebesar 38% serta karena lokasi kantor bank strategis sebesar 30%, di samping alasan-alasan rasional lainnya.
Memperhatikan hal di atas, sebenarnya prospek ekonomi syariah cukup  menjanjikan dimasa depan. Hal ini, disebabkan adanya kesadaran sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan tinggi untuk menjalankan kehidupan sosial ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam. Kondisi tersebut harus diantisipasi dengan kesiapan sarana dan prasarana guna mendukung berkembangnya perekonomian secara optimal di masa depan. Sarana dan prasarana tersebut, tidak hanya bersifat material, tetapi juga non material, serta sistem pendidikan yang mengakomodasikan kebutuhan tersebut, sehingga tercipta sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam membangun dan mengembangkan ekonomi syariah di masa depan
Secara spesifik kinerja perbankan syariah nasional pada aspek pendanaan (dana pihak ketiga) menunjukan pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Industri perbankan syariah  masih mampu menjaga pertumbuhan tinggi dari DPK perbankan syariah, dimana angka pertumbuhan year on year hingga bulan Oktober 43 %. Diperkirakan pada tahun 2011 DPK perbankan syariah masih akan tumbuh dengan pesat mengingat jaringan kantor perbankan syariah akan signifikan meningkat sebagai implikasi dari munculnya  bank syariah baru pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, sisi pembiayaan perbankan syariah, diperkirakan akan pula mengalami peningkatan pertumbuhan yang tinggi. Hingga Oktober tahun 2010 secara YoY pertumbuhan  pembiayaan perbankan syariah nasional mencapai 39 %, jauh di atas pertumbuhan kredit perbankan nasional. Angka ini tentu sedikit banyak mempresentasikan kontribusi perbankan syariah terhadap dunia usaha nasional, khususnya dunia usaha mikro.
 Meskipun perbankan syariah mengalami high growth, namun industri perbankan syariah masih harus mengatasi beberapa tantangan, agar dapat mempertahankan pertmbuhan yang tinggi tersebut secara lebih berkesinambungan. Setidaknya ada 5 tantangan utama perbankan syariah selain tantangan-tantangan lainya yang juga perlu dihadapi.
Pertama, sumber daya manusia. Dengan semakin meningkatnya kapasitas ekspensi BUS dan UUS di masa depan, maka semakin menuntut penambahan SDM berkualitas dalam jumlah memadai.
Ketiga, aspek regulasi. Pengembangan perbankan syariah tidak terlepas dari aspek regulasi. Jika ketentuan perundang-undangan tidak kondusif bisa menghambat pertumbuhan perbankan syariah, karena itu dukungan dari aspek hukum saat ini sangat mendesak untuk dipenuhi. Untuk itu masyarakat ekonomi syariah dan ikatan ekonomi Islam Indonesia serta MUI harus mengawal dan mendesak terus janji pemerintah untuk segera mengeluarkan beberapa UU yang terkait.
Keempat, optimalisasi jaringan pelayanan. Kebijakan pembukaan office chaneling bank syariah yang dimulai bulan Maret 2006, sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kebijakan office chanelling pada dasarnya terfokus untuk menjawab masalah cakupan pelayanan perbankan yang terbatas. Namun, sangat disayangkan pembukaan office chanelling tersebut tidak diimbangi dengan progam edukasi dan sosialisasi.
Kelima, inovasi produk. Keberhasilan sistem perbankan syariah di masa depan akan tergantung kepada kemampuan  bank-bank syariah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai kebutuhan masyarakat, tetapi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, karena itu perbankan syariah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mendesign pro duk-produknya.
Fungsi Sosial Bank Syariah
Satu lagi kiprah bank syariah yang patut diapresiasi adalah peran sosialnya yang cukup besar di samping menjalankan bisnis perbankan. Peran social itu tercermin dari beberapa lini. Pertama, penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infaq,  sedeqah,  waqaf uang, serta dana CSR. Selama tahun 2012 (s.d Okt’2012) jumlah dana social yang telah dikumpulkan  dan/atau disalurkan perbankan syariah (8 Bank UumumSyariah ditambah 4 Bank UUS), total Rp 94, 9 milyar, yang terdiri dari  CSR   Rp.42,2 milyar, sedangkan ZISWaf  Rp. 52,7 milyar.
Peran social yang dimainkan perbankan syariah merupakan amanat dari UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah.  Menurut  UU tersebut, Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk  penerimaan dana zakat, infak, sedekah atau dana sosial lain dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu juga bisa menghimpun dana wakaf (uang) dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif)
Kedua peran socio-ekonomi perbankan syariah yang berdimensi financial inclusion  terlihat dalam dua hal, yaitu linkage program BPRS senilai Rp.207,2 milyar dan kedua  linkage program BMT Rp.439,2 milyar. Total Rp 646,4 milyar. Pelaksanaan fungsi sosial ini merupakan refleksi peranan perbankan  syariah dalam  pemerataan kesejahteraan ekonomi umat.
Peluang
Prospek dan peluang perbankan syariah di masa depan sangat cerah, positif  dan tetap menjanjikan. Peluang tersebut diindikasikan oleh beberapa hal.  Pertama, dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terbuka dan diperkirtakan mencapai 6.5 % pada 2013, maka ruang bagi perbankan syariah untuk tumbuh sangat terbuka. Ekonomi domestic yang ditopang oleh konsumsi masyarakat dan investasi masih tetap menjadi motor penggerak utama roda perekonomian nasional dimana keduanya menyumbangkan sekitar 88 % dari total prosuk domestic Bruto (PDB).
Kedua, Inflasi yang rendah dan pendapatan per kapita masyarakat yang terus meningkat yang tentunya  mendorong peningkatan  jumlah kelas menengah baru. Indikator-indikator ini  akan meningkatkan purchasing power masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah. Pertumbuhan pembiayaan  bank syariah diperkirakan sebesar  40% pada tahun depan.
Ketiga, sejalan dengan itu, ekonomi Asia juga menunjukkan ketahanannya yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi rendah, sistem keuangan yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. Semuanya menunjukkan hal yang positif bagi pertumbuhan perbankan syariah di masa depan
Keempat, optimisme  pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, ditopang oleh kondisi ekonomi Indonesia yang semakin baik. Menurut banyak pengamat dan Forum KEN (Komite Ekonomi Nasional) yang saya ikuti, disebutkan Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi paling stabil di dunia dalam 20  triwulan  terakhir dan dalam 8 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6,1 – 6,2% per thn, dengan proyeksi 2013 tumbuh berkisar 6,3 – 6,7%. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi ketiga setelah China dan India.  
Berdasarkan agregat makro tersebut, perbankan syariah mempunyai opportunity yang besar untuk terus dapat berekspansi dan berkembang, dengan berbagai kebijakan yang produktif untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah, seperti leverage model perbankan syariah, inovasi produk, peningkatan layanan, seperti kemudahan transkasi, (utamanya payment),   perluasan jaringan kantor, peningkatan teknologi informasi, dsb
Proyeksi
Menurut proyeksi moderat Bank Indonesia, asset perbankan syariah pada tahun 2013  menjadi Rp 269 triliun, tumbuh sekitar Rp 90 triliun (44 %)  dari sekarang yang masih Rp 179 triliun.  Proyeksi moderat Bank Indonesia tersebut,tampaknya sangat mungkin dicapai, bahkan menurut prediksi saya, angka itu akan terlampaui di akhir tahun 2013 nanti. Pada tahun 2013 diprediksikan pertumbuhan pendanaan (funding) akan lebih ketat dibandingkan pembiayaan, terutama dana-dana  murah. Namun demikian, kita optimis pengembalian dana ONH (Ongkos Naik Haji)  dari penempatan di sukuk ke perbankan syariah akan mendongkrak jumlah dana DPK di bank syariah, karena itu penempatan kembali dana ONH ke pangkuan syariah  sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat ekonomi syariah dan masyarakat muslim yang memahami manfaat  dana haji untuk kemaslahatan umat. 
Sepuluh Tantangan
Salah satu tantangan perbankan syariah adalah menyiapkan diri untuk menghadapi terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015, mengingat Indonesia merupakan pasar potensial dengan ruang pertumbuhan yang sangat luas serta pencapaian kinerja yang lebih baik dibandingkan perbankan di negara lain.
Sebagai contoh, return on asset perbankan Indonesia pada 2012 secara umum mencapai 3%, sedangkan perbankan Singapura dan Malaysia masing-masing hanya 1% dan 1,5%. Demikian pula dengan return on equity, perbankan Indonesia mencapai 21% jauh lebih tinggi daripada kedua negara tetangga tadi yang hanya 12% dan 17%. Kondisi ini tentunya akan menjadi daya tarik bagi bank/investor asing untuk masuk ke Indonesia. Perbankan syariah tidak boleh kalah bersaing dengan perbankan asing yang mulai menyerbu Indonesia.
Kedua, dalam mengembangkan dirinya menjadi industry perbankan syariah yang unggul, perbankan syariah harus kreatif menciptakan inovasi produk sesuai dengan kebutuhan bisnis nasabah yang senantiasa berubah cepat. Jangan sampai, peluang-peluang besar dilepaskan hanya karena kekurang dalaman knowledge tentang syariah berwawasan maqashid , atau kekakuan dalam berijtihad keuangan. Regulator diharapkan bersikap akomodatif dan cepat dalam merumuskan regulasi yang kondusif untuk mendukung inovasi produk. Misalnya, produk Margin During Contruction (MDC), pembiayaan multiguna, Musyarakah Mutanaqishah, treasury products (i.e. hedging), PRKS yang fleksibel, pasar uang syariah dengan komodity syariah, sindikasi pembiayaan dengan bank konvensional, leverage model, dan sebagainya. Regulator juga seharusnya mengakomodasi akad-akad yang terjadi dalam sejarah Islam, seperti bay’ wafa’, bay istighlal, bay istikjar, bay’ tawarruq fiqhiy, dan sebagainya. Asal jangan bay’ ‘inah dan tawarruq munazzam, karena bay ’inah dengan tegas dilarang dalam 5 hadits Nabi Saw.
Ketiga,  SDM adalah pilar utama pengembangan perbankan syariah. Penambaahan SDM yang kompeten dengan jumlah yang cukup menjadi tuntutan mutlak. Karena itu,manajemen bank syariah harus memprioritaskan penciptaan SDM yang berkompeten dan berkualitas ini, dengan terus menerus mengikuti training dan workshop atau kuliah pascasarjana.
Keempat, Tantangan berikutnya adalah perbaikan kualitas pelayanan perbankan syariah agar dicapai tingkat exellence. Kualitas pelayanan perbankan syariah harus setara, bahkan melebihi pelayanan konvensional.
Kelima,  Pemanfaatan technologi IT untuk mendukung layanan,kemudahan akses pembayaran (internet banking, sms banking)  serta  terciptanya produk-produk baru.
Keenam, pelayanan pembiayaan kepada sektor UMKM dan pembiayaan produktif, harus diprioritaskan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi  yang inklusif yang menyentuh masyarakat secara luas. Upaya ini dapat ditambah dengan membangun linkage program dengan lembaga keuangan mikro syariah, seperti KJKS, BMT dan BPR syariah. Jumlah BMT yang mencapai 5000-an, bisa dijadikan sebagai shadow banking untuk menjangkau lapisan masyarakat yang paling bawah, sehingga perbakan syariah berada di garda depan dalam mewujudkan visi  financial inclusion.
Ketujuh,  peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk  bank syariah dan peningkatan pemahaman dan tindakan bankers syariah yang berlandasan maqasid  syariah. Edukasi dan sosialisasi, harus terus digalakkan dengan gerakan-gerakan sinergis, seperti sinergi dengan IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), MES, FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam), kerjasama dengan Ratusan Perguruan Tinggi se-Indonesia, ormas-ormas Islam,  MUI Daerah dan sebagainya.
Kedelapan, penyediaan modal sendiri harus terus disiapkan untuk memenuhi ketentuan BI tentang multiple license dan atau ketentuan risk management. Bank Syariah harus segera meningkatkan posisinya dari Buku I menjadi Buku II. Bahkan dari Buku II menjadi Buku III, agar bisa berkembang dan ekspansi lebih luas. Namun saat ini, dari  11 Bank Umum Syariah, tidak ada bank syarah yang masuk buku III dan Buku IV, hanya tiga bank yang masuk dalam BUKU II,  selebihnya masuk kategori buku I.
Keenam, bagaimana memperbesar porsi peningkatan pembiayaan ke sektor-sektor yang produktif dan beresiko rendah, seperti infrastrktur yang dibiayari APBN. Bank-Bank Syariah bisa melakukan sindikasi tidak saja sesama bank syariah tetapi juga dengan bank konvensional. Selanjutnya pembiayaan segmen konsumer akan lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan non konsumer. Untuk itu bank syariah harus memanfaatkan kemurahan DP pembiayaan melalui Musyarakah Mutanaqishah dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik yang 20 %, , bahkan bisa mengembangkan konsep Mudharabah Muntahiyah bit Tamlik, yang membolehkan DPnya 10 % bahkan 0 %. Celah regulasi ini harus secara cerdas dimanfaatkan oleh perbankan syariah.
Kesembilan, membangun brand positioning yang kuat melalui kegiatan promosi dan edukasi yang efektif serta penerapan nilai-nilai syariah sebagai faktor pembeda (differentiator) dengan system konvensional
Kesepuluh, pembukaan outlet baru untuk mendukung peningkatan daya jangkau dan perbaikan kualitas layanan. Jadi selain mengandalkan leverage model dan office channeling, perbankan syariah juga harus ekspansi dengan pendirian outlet baru. Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berjaringan massif harus diutamakan, seperti PT POS dalam gerakan funding.
Arah Pengembangan Bank Syariah
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, tahun   2013 merupakan tahun transisi pengawasan mikroprudential perbankan dari Bank Indonesia kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dalam proses transisi ini, perbankan syariah fokus pada 5 program strategis yang mendorong pada pemerataan ekonomi.
Program  yang pertama, adalah mengarahkan pembiayaan perbankan syariah pada sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas. Kedua, Mengembangkan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor produktif. Ketiga. Melaksanakan transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan syariah. Keempat,Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk. Kelima,Meningkatkan edukasi dan komunikasi produk perbankan syariah. Perlu ditambahkan bahwa faktor pengawasan yang kuat secara internal dan eksternal mutlak dibutuhkan. Jumlah dan skala bisnis bank yang beragam menyebabkan risiko yang dihadapi akan relatif beragam sehingga penguatan fungsi pengawasan regulator sebagai bagian dari early warning sistem akan menjadi kunci dalam mengantisipasi munculnya risiko sistematik yang mungkinj terjadi di masa-masa yang akan datang.
Eksplorasi dan analisis terhadap lima arah kebijakan perbankan syariah di atas memerlukan kajian yang lebih luas dan panjang,karena itu tidak bisa diuraikan di sini.   Kita berharap lima arah pengembangan tersebut dapat dijalankan dengan baik dan optimal, mengingat tantangan-tantangan  di atas yang demikian kompleks.
Beralihnya fungsi pengawasan perbankan kepada OJK pada tahun 2014 memunculkan harapan kuat bahwa fungsi pengawasan pada lembaga keuangan akan lebih terintegrasi dan terkordinasi, terutama dalam mengantisipasi imbas krisis global yang terjadi sekarang. Masa transisi 1 tahun perlu dijadikan sebagai tahap pematangan di tingkat implementasi dari semua pihak yang terlibat agar fungsi dan harapan dari terbentuknya OJK benar-benar tercapai.

Empat Strategi Khusus Bank Syariah Meningkatkan Daya Saing Era Globalisais
1. Membentuk SDI Berkualaitas
Hal ini merupakan peluang yang sangat prospektif, sekaligus merupakan tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia pendidikan  untuk menyiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang berkualitas yang ahli di bidang ekonomi syari’ah, bukan karbitan seperti yang banyak terjadi selama ini. Tingginya kebutuhan SDI bank syari’ah ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah semakin dibutuhkan oleh masyarakat karena Sumber Daya Insani menjadi aset terpenting dalam dunia industri manapun termasuk perbankan syariah.
Peningkatan kuantitas jumlah bank syari’ah yang cepat tersebut, tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas SDI syari’ah, hanya akan bersifat fatamorgana dan artifisial. Hal ini ini perlu diperhatikan dalam pengembangan bank syariah. Selama ini praktisi perbankan syari’ah didominasi mantan praktisi perbankan konvensional yang hijrah kepada bank syari’ah atau  berasal dari alumni perguruan tinggi umum yang berlatar belakang ekonomi konvensional. Umumnya mereka biasanya hanya diberi training singkat (2 minggu) mengenai ekonomi syari’ah atau asuransi syari’ah lalu diterjunkan langsung sebagai praktisi ekonomi syari’ah. Selanjutnya sebagian mereka mengikuti training MODP selama satu bulan. Seringkali training seperti ini kurang memadai, karena yang perlu diupgrade bukan hanya knowlegde semata, tetapi juga paradigma syari’ah, visi dan missi, serta kepribadian syari’ah, bahkan sampai kepada membangun militansi syariah.  Selain itu materi ekonomi syari’ah tidak mungkin bisa dipelajari hanya dalam waktu 2 minggu atau 2 bulan[15]. SDM bank syariah haruslah SDM yang multi dimensi, yang memiliki kompetensi lintas keilmuan. Ia harus memiliki kompetensi sebagai seorang ahli investasi, sekaligus ahli keuangan dan perbankan, beretika serta memahami sharia compliancy. . Pemenuhan SDM dengan kompetensi lengkap seperti ini harus dilakukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, melalui proses rekruitmen dan pelatihan.
2. Ekspansi Segmen Pasar Bank Syariah
Disadari atau tidak segmentasi pasar perbankan syariah di Indonesai masih terfokus kepada masyarakat  muslim saja. Padahal universalitas ekonomi islam tidak hanya sebatas masyarakat muslim saja. Hal yang paling penting adalah bahwa perbankan syariah bukan hanya diperuntukan bagi masyarakat Muslim saja, tetapi Non-Muslim pun bisa menikmatinya. Apabila masyarakat non-Muslim ingin menikmati layanan perbankan syariah maka perlu diatur secara jelas teknis transaksinya (ijab-qabul) yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh pribadi konsumen. Belajar dari negara barat bahwa sistem ekonomi Syariah, atau adakalanya disebut “ekonomi Islam”, semakin populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara barat. Ini ditandai dengan makin banyaknya beroperasi bank-bank yang menerapkan konsep syari’ah. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam perekonomian bisa diterima di berbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak eksklusif. Jika pangsa pasar non-muslim di garap maka besar kemungkinan bank syariah memilki bargaining power yang bagus sehingga bukan hanya 78 % saja target pangsa pasar bank syariah akan tetapi menjadi 100% dari total keseluruhan masyarakat Indonesia.
3. Akselerasi Produk Perbankan Syariah
Keberagaman produk dan jasa sebagai ciri khas bank syariah. Bank syariah perlu terus melakukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema keuangan yang variatif dan sekaligus bisa menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional. Beberapa inisiatif yang dapat dilakukan oleh bank syariah, misalnya melalui mirroring produk dan jasa bank syariah internasional serta mendorong bank syariah milik asing untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia. Program ini menjadi keharusan agar keunikan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional lebih terlihat jelas
4. Penggunaan system IT modern
Dukungan sistem IT yang modern sangat mendukung peningkatan daya saing bank syariah secara nasional. Kebanyakn nasabah memilih bank karena adanya kemudahan bertransaksi, misalkan adanya ATM yang tersebar di seluruh Indonesia. Akan tetapi sistem IT memilki investasi yang tinggi sehingga bank syariah yang asetnya masih tidak terlalu besar perlu menyiasatinya dengan cepat. Bebarapa cara yang efektif untuk menyiasati hal itu adalah dengan :
a.              Local content. Dunia TI di Indonesia dipenuhi dengan berbagai local genius yang seharusnya mampu menciptakan solusi sistem yang murah dan handal. Tidak ada sistem TI yang sempurna, namun dukungan teknis lokal tentu akan lebih mudah dan murah dalam proses penyempurnaannya.
b.             Fokus. Sangat ideal jika vendor yang dipilih fokus pada pada pengembangan teknologi perbankan syariah.
c.              Sinergi. Jika vendor yang menyiapkan sistem TI syariah memiliki komitment bukan hanya pada sistem TI-nya namun juga pada perkembangan bisnis perbankan syariah, maka tentunya vendor dan pelaku bisnis perbankan dapat saling berjalan bersama memacu pertumbuhan bisnis syariah di Indonesia.
d.             Added Value. Vendor yang memiliki komitment pada perkembangan bisnis perbankan syariah umumnya memiliki beberapa produk nilai tambah yang dapat menjadi faktor pendukung bagi layanan perbankan syariah yang lebih baik saat ni dan di masa depan.
Jika hal di atas dapat ditemukan, maka pengembangan sistem TI perbankan syariah tidak selalu harus mahal. Hal yang terpenting adalah ukhuwah dan kerja sama mencapai tingkat layanan yang lebih baik untuk perbankan syariah. Tentu saja pada akhirnya semua ini sangat tergantung niatan baik dari pelaku bisnis perbankan syariah untuk dapat bahu-membahu mengembangkan sistem TI perbankan syariah yang ideal bersama-sama dengan vendor sistem TI perbankan syariah.


4.       Bank Syariah AWAL menerima permohonan pengajuan pembiayaan mudharabah dari sebuah perusahaan pengalengan ikan PT. AMIS untuk mengembangkan usahanya. Dan akhirnya PT. AMIS mendapat persetujuan pembiayaan mudharabah ini dari Bank Syariah AWAL sebesar Rp. 2.000.000.000 dalam jangka waktu 4 tahun terhitung sejak tanggal 3 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2013. Nisbah yang disepakati dalam akad tersebut adalah 35 untuk Bank dan 65 untuk nasabah dengan sistem bagi hasil profit/loss sharing. Pada tanggal 10 Januari 2010, Bank Syariah AWAL mencairkan pembiayaan untuk tahap pertama sebesar Rp.1.200.000.000 dan pada tanggal 15 Februari 2010 dilakukan pencairan modal tahap kedua sebesar Rp. 800.000.000.

Jawab !

Pada saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai komitment bank syariah sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal :

Dr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp. 2.000.000.000
Cr. Kewajiban komitmen Investasi Mudharabah Rp. 2.000.000.000

Pada tanggal 10 Januari 2010 dilakukan pembayaran tahap pertama adalah :

Dr. Investasi Mudharabah Rp.1.200.000.000
Cr. Rekening Mudharabah Rp.1.200.000.000
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp.1.200.000.000
Cr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp.1.200.000.000

Pada tanggal 15 Februari 2010 dilakukan pembayaran tahap kedua sebesar  Rp.800.000.000, maka oleh bank syariah dilakukan jurnal sebagai berikut adalah :

Investasi Mudharabah Rp. 800.000.000

                                         Rekening Mudharabah Rp. 800.000.000

Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 800.000.000

                                         Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 800.000.000

Informasi lain dari transaksi ini adalah :

A.     Biaya pengurusan akad dan notaris sebesar Rp. 20.000.000 ditanggung kedua belah pihak dan dibayarkan kepada notaris tanggal 20 Januari 2010. Biaya yang ditanggung oleh PT. AMIS dibayarkan melalui autodebet rekening di Bank Syariah AWAL.

Jawab !

Pada tanggal 20 Januari Bank Syariah menanggung dan membayar biaya pengurusan akad dan notaris dengan jurnal adalah :

Pembiayaan Notaris (35% x 20,000,000 = 7,000,000) Rp. 7.000.000
Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) (65% x 20,000,000 = 13,000,000) Rp. 13.000.000
                                Rekening Mudharabah (Autodebet) Rp. 20.000.000

b. Pada tanggal 2 Januari 2011 PT. AMIS membukukan laba sebesar Rp. 500.000.000, tetapi baru akan dibayarkan oleh perusahaan kepada bank tanggal 10 Februari 2011

Jawab !

Pembagian porsi masing-masing dengan perhitungan yang sangat sederhana adalah sebagai berikut :

Shahibul maal (Bank Syariah) : 500.000,000 x 35% = 175.000.000
Mudharib (PT. AMIS) : 500.000,000 x 65% = 325.000.000

Pada tanggal 2 Januari 2011 Bank Syariah mencatat pendapatan bagi hasil dikarenakan pada saat itu PT. AMIS membukukan laba sebesar Rp. 500.000.000 dengan jurnal sebagai berikut :

Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) Rp. 175.000.000
               Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 175.000.000

Pada tanggal 10 Februari 2011 PT. AMIS membayarkan bagi hasil kepada bank syariah, sehingga bank syariah mencatat jurnalnya sebagai berikut :

Rekening Mudharabah Rp. 175.000.000
                    Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) Rp. 175.000.000

c. Tanggal 5 Januari 2012 PT. AMIS mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000 karena tempat penampungan ikan yang berada dipinggir pantai dihantam ombak akibat gelombang pantai

Jawab !

Tanggal 5 Januari 2012 PT. AMIS mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000 karena tempat penampungan ikan yang berada dipinggir pantai dihantam ombak akibat gelombang pantai, atas kejadian tersebut dilakukan jurnal sebagai berikut :

Pada saat bank membentuk cadangan kerugian

Beban penyisihan kerugian Investasi Mudharabah Rp. 100.000.000
                             Penyisihan kerugian Investasi Mudharabah Rp. 100.000.000

Pada saat penghapusanbukuan

Dr. Penyisihan kerugian Investasi Mudharabah Rp. 100.000.000
Cr. Investasi Mudharabah Rp. 100.000.000

d. Pada tanggal 10 Januari 2012 Bank Syariah memutuskan untuk mengurangi
penyertaan modalnya di PT. AMIS sebesar Rp. 500.000.000

Jawab !

Pada tanggal 10 Januari 2012 Bank Syariah memutuskan untuk mengurangi penyertaan modalnya di PT. AMIS sebesar Rp. 500.000.000, jurnalnya adalah :

Dr. Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) Rp. 500.000.000
Cr. Investasi Mudharabah Rp. 500.000.000

e. Pada tanggal 5 Maret 2012 PT. AMIS membayar pokok pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 400.000.000 sehingga mengurangi lagi investasi Bank Syariah AWAL di PT. AMIS

Jawab !

Pada tanggal 5 Maret 2012 PT. AMIS membayar pokok pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 400.000.000 sehingga mengurangi lagi investasi Bank Syariah AWAL di PT. AMIS, sehingga jurnalnya sebagai berikut :

Rekening Mudharabah Rp. 400.000.000
                              Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000

f. Pada tanggal 20 Januari 2013 PT. AMIS membukukan laba sebesar Rp. 70.000.000 dan baru membayarkan bagi hasil kepada Bank Syariah AWAL pada tanggal 1 Februari 2013. Atas lamanya pembayaran bagi hasil tersebut PT. AMIS dikenakan denda akibat kurang disiplin sebesar Rp. 2.000.000

Jawab !

Pembagian porsi masing-masing dengan perhitungan yang sangat sederhana adalah sebagai berikut :

Shahibul maal (Bank Syariah) : 70.000.000 x 35% = 24.500.000
Mudharib (PT. AMIS) : 70.000.000 x 65% = 45.500.000

Pada tanggal 20 Januari 2013 Bank Syariah mencatat pendapatan bagi hasil dikarenakan pada saat itu PT. AMIS membukukan laba sebesar Rp. 70.000.000 dengan jurnal sebagai berikut :

Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) Rp. 24.500.000
                                Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 24.500.000

Pada tanggal 1 Februari 2013 PT. AMIS membayarkan bagi hasil kepada bank syariah beserta denda disiplin sebesar Rp. 2.000.000, sehingga bank syariah mencatat jurnalnya sebagai berikut :

Rekening Mudharabah Rp. 26.500.000
                         Piutang kepada Mudharib (PT. AMIS) Rp. 24.500.000
                         Pendapatan lain (denda) Rp. 2.000.000

g. Pada tanggal 30 Desember PT. AMIS membukukan laba sebesat Rp. 150.000.000 dan menyelesaikan seluruh pokok pembiayaan dan kewajiban bagi hasil pada hari itu juga

Jawab !

Pembagian porsi masing-masing dengan perhitungan yang sangat sederhana adalah sebagai berikut :

Shahibul maal (Bank Syariah) : 150.000.000 x 35% = 52.500.000
Mudharib (PT. AMIS) : 150.000.000 x 65% = 97.500.000

Pada tanggal 30 Desember PT. AMIS membukukan laba sebesar Rp. 150.000.000 dan menyelesaikan seluruh pokok pembiayaan dan kewajiban bagi hasil dan jurnalnya adalah sebagai berikut :

Dr. Rekening Mudharabah Rp. 52.500.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 52.500.000

Saldo (sisa) Investasi yang diselesaikan oleh PT. AMIS adalah :

Total Investasi = Rp. 2.000.000.000
Kerugian PT. AMIS = (Rp. 100.000.000)
Pengurangan Investasi = (Rp. 500.000.000)
Pembayaran Investasi = (Rp. 400.000.000) +

Saldo (sisa) Investasi = Rp. 1.000.000.000

Rekening Mudharabah Rp. 1.000.000.000

                    Investasi Mudharabah Rp. 1.000.000.000

h. Pada tanggal 31 Desember 2013 kedua belah pihak sepakat melakukan pembaharuan
akad mudharabah dengan unsur modal baru untuk membuat pabrik pengepaka ikan
dilokasi lain pada tanggal 5 Januari 2014

i. Pada tanggal 5 Januari 2014 Bank Syariah AWAL sepakat memberikan modal kas sebesar Rp. 1.000.000.000 dan berupa modal non kas berupa mesin pengalengan ikan sebesar Rp. 1.500.000.000 untuk jangka waktu 1 tahun dengan nisbah 40 untuk bank dan 60 untuk nasabah.

Jawab !

Pada tanggal 5 Januari 2014 bank syariah menyetujui dan mencatat pembiayaan mudharabah sebagai komitmen dengan jurnal sebagai berikut :

Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp. 2.500.000.000
                 
Kewajiban komitmen Investasi Mudharabah Rp. 2.500.000.000

j. Pada tanggal 20 Januari 2014 dibayarkan modal kas sebesar Rp. 1.000.000.000 kepada PT. AMIS

Jawab !

Pada tanggal 20 Januari 2014 dibayarkan modal kas sebesar Rp. 1.000.000.000 kepada PT. AMIS dengan jurnal sebagai berikut :

Investasi Mudharabah Rp. 1.000.000.000
                       Rekening Mudharib Rp. 1000.000.000

Pada tanggal 21 Januari 2014 Bank Syariah AWAL memberikan mesin pengalengan yang pernah dibeli akhir tahun 2013 seharga Rp. 1.400.000.000

Jawab !

Pada akhir tahun 2013 saat pembelian mesin pengalengan

Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 1.400.000.000
                                            Rekening Supplier Rp. 1.400.000.000

Pada tanggal 21 Januari 2014 Bank Syariah AWAL memberikan mesin pengalengan kepada PT. AMIS dengan jurnal sebagai berikut :

Investasi Murabahah Rp. 1.400.000.000
                  Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 1.400.000.000

l. Jika modal non kas berupa mesin mengalami penurunan harga pasar sebesar Rp. 1.200.000.000, bagaimana jurnal yang dibuat oleh bank ?

Jawab !

Pada tanggal 21 Januari 2014 Bank Syariah memberikan mesin pengalengan kepada PT. AMIS dan mencatat kerugian penyerahan aset karena mesin penggilingan mengalami penurunan harga pasar dengan jurnal sebagai berikut :

Kerugian penyerahan aset mudharabah (penurunan harga pasar) Rp. 200.000.000
                                          Investasi Murabahah                                Rp. 200.000.000

Daftar Pustaka

----------- Muhamad, eknik Perhitungan Bagi hasil di Bank Syariah, Uii Press
----------- BPRS Bangka Belitung,Pedoman Akuntansi BPRS, BI
----------- Dr. Sony Warsono Bin Hardono. Mafis, Akuntan, Akuntansi Syariah, Asgar Chapter.
---------- Drs. Zainul Arifin, Mba, Dasar-dasar  Manajemen Bank Syariah, Jakarta Alvabert 2002


5.    PT. ASRI bergerak dalam bidanh bisnis kesehatan diantaranya membuka klinik dan apotik di yogyakarta PT. ASRI ingin membuka klinik baru dan memerlukan beberapa alat-alat kedokteran untuk melengkapi kliniknya. Pada tanggal 11 januari 2010. PT. ASRI mendapatkan pembiayaan dari Bank Syariah Sejahtera dengan informasi sebagai berikut :
Harga Poko                                  : Rp. 2.500.000.000
Harga Jual                                   : Rp. 3.100.000.000
Margin Yang Disepakati              : Rp.    600.000.000
Peruntukan Pembiayaaan   : Pembelian peralatan kedokteran, rumah Sakit & laboratorium
Biaya Admidrasi Legalitas           : 24 Bulan
Pembayaran Angsuran                : Rp. 10.000.000 (Ditanggung Bank Syariah)
Keterangan Lain                           : Dilakukan setiap tanggal 15 dengan medebet rekening

Pertanyaaaaan :

Buatlah Tabel Angsuran Bahwa Rp. 250.000.000 telah dibayarkan pada bulan ke-0. Selanjutnya buatlah jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah Sejahtera dan PT. ASRI yang terkait dengan transaksi tersebut :


2.500.000.000 24% 600.000.000
POKOK BUNGA SALDO 2.850.000.000
1 15/02/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.702.750.000 25.000.000 2.500.000.000 600.000.000 1.900.000.000
2 15/03/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.555.500.000 25.000.000 350.000.000
3 15/04/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.408.250.000 25.000.000
4 15/05/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.261.000.000 25.000.000
5 15/06/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.113.750.000 25.000.000
6 15/07/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.966.500.000 25.000.000
7 15/08/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.819.250.000 25.000.000
8 15/09/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.672.000.000 25.000.000
9 15/10/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.524.750.000 25.000.000
10 15/11/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.377.500.000 25.000.000
11 15/12/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.230.250.000 25.000.000
12 15/01/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 1.083.000.000 25.000.000
13 15/02/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 935.750.000 25.000.000
14 17/03/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 788.500.000 25.000.000
15 15/04/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 641.250.000 25.000.000
16 15/05/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 494.000.000 25.000.000
17 15/06/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 346.750.000 25.000.000
18 15/07/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 199.500.000 25.000.000
19 15/08/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 52.250.000 25.000.000
20 15/09/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 (95.000.000) 25.000.000
21 15/10/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 (242.250.000) 25.000.000
22 15/11/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 (389.500.000) 25.000.000
23 15/12/2011 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 (536.750.000) 25.000.000
24 15/01/2012 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 (684.000.000) 25.000.000
2.850.000.000 684.000.000 3.534.000.000 600.000.000
250.000.000
3.100.000.000
2.500.000.000 24% 600.000.000
POKOK BUNGA YANG MESTI DIBAYARSALDO 2.850.000.000
1 15/02/2010 118.750.000 28.500.000 147.250.000 2.850.000.000 2.702.750.000 25.000.000 2.500.000.000 600.000.000 1.900.000.000
2 15/03/2010 112.614.583 27.027.500 139.642.083 2.850.000.000 2.563.107.917 25.000.000 350.000.000
3 15/04/2010 106.796.163 25.631.079 132.427.242 2.850.000.000 2.430.680.674 25.000.000
4 15/05/2010 101.278.361 24.306.807 125.585.168 2.850.000.000 2.305.095.506 25.000.000
5 15/06/2010 96.045.646 23.050.955 119.096.601 2.850.000.000 2.185.998.905 25.000.000
6 15/07/2010 91.083.288 21.859.989 112.943.277 2.850.000.000 2.073.055.628 25.000.000
7 15/08/2010 86.377.318 20.730.556 107.107.874 2.850.000.000 1.965.947.754 25.000.000
8 15/09/2010 81.914.490 19.659.478 101.573.967 2.850.000.000 1.864.373.787 25.000.000
9 15/10/2010 77.682.241 18.643.738 96.325.979 2.850.000.000 1.768.047.808 25.000.000
10 15/11/2010 73.668.659 17.680.478 91.349.137 2.850.000.000 1.676.698.671 25.000.000
11 15/12/2010 69.862.445 16.766.987 86.629.431 2.850.000.000 1.590.069.240 25.000.000
12 15/01/2011 66.252.885 15.900.692 82.153.577 2.850.000.000 1.507.915.662 25.000.000
13 15/02/2011 62.829.819 15.079.157 77.908.976 2.850.000.000 1.430.006.686 25.000.000
14 17/03/2011 59.583.612 14.300.067 73.883.679 2.850.000.000 1.356.123.008 25.000.000
15 15/04/2011 56.505.125 13.561.230 70.066.355 2.850.000.000 1.286.056.652 25.000.000
16 15/05/2011 53.585.694 12.860.567 66.446.260 2.850.000.000 1.219.610.392 25.000.000
17 15/06/2011 50.817.100 12.196.104 63.013.204 2.850.000.000 1.156.597.188 25.000.000
18 15/07/2011 48.191.550 11.565.972 59.757.521 2.850.000.000 1.096.839.667 25.000.000
19 15/08/2011 45.701.653 10.968.397 56.670.049 2.850.000.000 1.040.169.617 25.000.000
20 15/09/2011 43.340.401 10.401.696 53.742.097 2.850.000.000 986.427.521 25.000.000
21 15/10/2011 41.101.147 9.864.275 50.965.422 2.850.000.000 935.462.099 25.000.000
22 15/11/2011 38.977.587 9.354.621 48.332.208 2.850.000.000 887.129.890 25.000.000
23 15/12/2011 36.963.745 8.871.299 45.835.044 2.850.000.000 841.294.846 25.000.000
24 15/01/2012 35.053.952 8.412.948 43.466.900 2.850.000.000 797.827.946 25.000.000
1.654.977.463 397.194.591 2.052.172.054
250.000.000
1.904.977.463
YANG MESTI DIBAYAR



                                                                               

0 komentar:

Posting Komentar

Trace








Flag Counter